SEBUAH peristiwa besar dalam dunia arkeologi terjadi pada 16 Februari 1923 di Thebes, Mesir saat Howard Carter memasuki kamar makam penguasa Mesir Tutankhamun yang tersegel. Momen ini menjadi puncak pencarian makam Firaun Tut, yang dilakukan Carter sejak tiba di Negeri Piramida 32 tahun sebelumnya.
Firaun yang berkuasa di Mesir Kuno dipandang sebagai Dewa oleh rakyatnya sehingga saat mereka meninggal, jasad mereka akan diawetkan dengan teliti dan disemayamkan di sebuah makam rumit yang menyimpan harta untuk menemani mereka ke akhirat. Pada abad ke-19 ahli arkeologi dari seluruh dunia berkumpul di Mesir mereka menemukan beberapa dari makam-makam tersebut yang sebagian besar telah rusak dan dikuras isinya oleh perampok.
Carter yang tiba di Mesir pada 1891 meyakini ada setidaknya satu makam yang masih belum ditemukan dan disentuh, makam milik Tutankhamun atau Firaun Tut yang berkuasa di Mesir pada 1.400 sebelum Masehi (SM) dan meninggal saat masih remaja. Dengan dukungan dana dari bangsawan kaya Inggris, Lord Carnavorn, pada 1917 Carter memulai kembali penggaliannya yang sempat terhenti akibat Perang Dunia I.
Setelah lima tahun berlalu tanpa kesuksesan, pada awal 1922 Lord Carnavorn ingin menghentikan pencarian. Untungnya Carter dapat meyakinkannya untuk melanjutkan penggalian satu tahun lagi. Keputusan itu terbukti tepat karena pada November 1922, sebuah terobosan dalam pencarian ditemukan.