SURAT Perintah 11 Maret 1966 alias Supersemar. Suka atau tidak suka, keluarnya surat “sakti” ini mengubah arah perjalanan republik ini. Mengubah rezim Orde Lama pimpinan Presiden pertama RI Ir Soekarno, menjadi awal rezim Orde Baru di bawah Presiden kedua RI Soeharto.
Supersemar itu keluar setahun setelah peristiwa berdarah Gerakan 30 September 1965. Peristiwa di mana Partai Komunis Indonesia (PKI) dianggap berada di belakang pembunuhan sejumlah jenderal TNI AD.
Keadaan negara mulai kacau setelah itu. Kecurigaan antarmatra juga bermunculan. Tekanan juga tertuju pada Presiden Soekarno yang akhirnya, meneken sebuah surat pada 11 Maret 1966, kepada Letjen Soeharto selaku Menteri/Panglima Angkatan Darat (Menpangad) pengganti mendiang Jenderal (Anumerta) Ahmad Yani.
Surat Perintah 11 Maret yang intinya berisi bahwa Letjen Soeharto diberi kekuasaan – bukan dilimpahi kekuasaan, sementara untuk mengambil tindakan pengamanan dan ketertiban, serta kestabilan pemerintahan.
Tapi sayangnya Supersemar yang asli dan hingga sekarang masih jadi misteri keberadaannya, dilegitimasikan Soeharto untuk mengambil alih kekuasaan. 12 Maret 1967, Soeharto menjadi pejabat presiden dan 27 Maret 1968, resmi menjadi Presiden kedua RI.
Banyak pengamat politik maupun sejarawan, menyatakan Supersemar itu jadi “pedoman” tersendiri untuk melakukan kudeta terhadap Soekarno.
Menariknya, Soebadio Sastrosatomo, aktivis Partai Sosialis Indonesia (PSI) didikan Mochammad Hatta dan Sutan Sjahrir itu, pernah membandingkan Supersemar dengan kudeta di Kerajaan Majapahit pada masa-masa jelang keruntuhan.
Dipaparkan dalam bukunya, ‘Era Baru Pemimpin Baru: Badio Menolak Rekayasa Rejim Orde Baru’ terbitan 1997, Soebadio mengibaratkan Supersemar sebagai kudeta terhadap Soekarno, layaknya kudeta Raden Patah terhadap Prabu Brawijaya V, raja terakhir Majapahit.
Dalam kudeta itu, diceritakan Raden Patah memanfaatkan Sunan Kalijaga untuk mengambil alih kekuasaan ayahnya – Prabu Brawijaya V melalui rekayasa.
Setelah kudeta itu, Majapahit runtuh dan Raden Patah yang mengklaim sebagai penerus utama Prabu Brawijaya V, mendaulat dirinya sebagai pemimpin Kerajaan Demak, kerajaan Islam pertama di bumi Jawa.
(Randy Wirayudha)