BANDUNG - Sri Astati Nursani alias Sani (32) mengandalkan pendapatan dari hasil berjualan tisu untuk menghidupi anaknya Muhammad Fahri (11). Ia sering bekerja hingga tengah malam demi mencari biaya pengobatan bocah pengidap osteogenesis imperfect.
Penyakit itu membuat sang anak memiliki tulang yang rapuh karena tidak mampu menyerap kalsium. Akibatnya, sejak usia empat tahun hingga kini sudah lebih dari 20 tulang di tubuh Fahri yang patah.
Setiap bulan, minimal perempuan yang akrab disapa Sani itu harus mengeluarkan Rp3,8 juta. Biaya itu digunakan hanya untuk mengobati Fahri dengan sekali suntikan. Obat itu memang tidak membuat Fahri bisa kembali normal. Tapi setidaknya obat tersebut bisa membuat tulang Fahri sedikit lebih kuat.
Di luar itu, kadang ada biaya lain yang harus dikeluarkan untuk berobat. Sani yang tinggal di kawasan Cibiru, Kota Bandung, itu juga harus menutupi seluruh kebutuhan hidupnya bersama Fahri dan anak bungsunya.
Di tengah segala keterbatasan materi, Sani justru tidak mengharapkan belas kasih dari pemerintah. Ia pun menegaskan tidak meminta pengobatan anaknya digratiskan.
"Insya Allah, walaupun enggak gratis, saya masih bisa kerja untuk menghidupi anak-anak," kata Sani, Sabtu (1/4/2017).