NAYPIDAW – Pemimpin de facto Myanmar, Aung San Suu Kyi, mengklaim siap menerima pengungsi Rohingya yang sempat melarikan diri dari Rakhine State. Namun tidak sembarang orang bisa kembali ke kampung halamannya.
Suu Kyi menyebut, para pengungsi Rohingya yang ingin pulang ke Myanmar harus memenuhi syarat khusus. Mereka, kata Suu Kyi, wajib melalui proses verifikasi terlebih dahulu.
“Kami siap memulai proses verifikasi kapan pun,” ujar Suu Kyi pada pidatonya mengenai situasi krisis Rohingya, sebagaimana dikutip dari Bdnews24.com, Selasa (19/9/2017).
Baca juga: Terungkap! Hasil Citra Satelit, Militer Myanmar Musnahkan 214 Desa Rohingya
Tahapan verifikasi itu, ujar Suu Kyi, harus sesuai dengan prinsip kesepakatan dalam MoU antara Bangladesh-Myanmar pada 1993. Pada dasarnya, kesepakatan itu menegaskan bahwa Pemerintah Myanmar akan menerima pengungsi Rohingya yang tinggal di Bangladesh selama mereka sudah tercatat dalam Kartu Registrasi Pengungsi. Kartu ini dikeluarkan oleh Pemerintah Bangladesh.
Tidak hanya kartu itu, para pengungsi Rohingya juga harus memperlihatkan bukti bahwa mereka pernah tinggal di wilayah Myanmar atau Rakhine State.
“Penasihat keamanan nasional kami telah meyakinkan Bangladesh, serta saya juga dapat mengonfirmasikan sekarang, kami siap untuk memulai proses verifikasi kapan saja. Dan mereka yang telah terverifikasi sebagai pengungsi dari negara ini akan diterima tanpa masalah, dengan kepastian penuh terhadap keamanan serta akses mereka terhadap bantuan kemanusiaan,” tegas Suu Kyi.
Baca juga: Nah! Pemerhati HAM Ingin Suu Kyi dan Pejabat Militer Myanmar Diberi Sanksi Terkait Rohingya
Bdnews24 mewartakan, Bangladesh dan Myanmar menandatangani kesepakatan pemulangan pengungsi Rohingya pada 1993. Saat itu diperkirakan ada 236 ribu warga etnis Rohingya yang kembali ke Rakhine State. Pengembalian lanjutan pun terjadi pada 2005 ketika sekira 33 ribu warga etnis Rohingya kembali ke Myanmar.
Pada pidato itu, Suu Kyi juga menyadari mengenai tekanan komunitas internasional terkait krisis kemanusiaan yang menimpa warga etnis Rohingya . Ia berjanji akan memulai proses penyelidikan terhadap isu tersebut.
“Saya mengerti banyak teman kita di seluruh dunia prihatin dengan laporan desa-desa yang dibakar dan gelombang pengungsi yang melarikan diri. Seperti yang saya katakan sebelumnya tidak ada konflik yang terjadi semenjak 5 September,” klaim perempuan berusia 72 tahun itu.
(Emirald Julio)