JAKARTA - Pemerintah Kuba berencana kembali mengajukan resolusi pencabutan blokade dari Amerika Serikat (AS). Pengajuan resolusi tersebut diketahui merupakan upaya kesekian kalinya dari Pemerintah Kuba yang hingga kini masih belum membuahkan hasil.
Berdasarkan keterangan Duta Besar (Dubes) Kuba untuk Indonesia, Nirsia Castro Guevara, Kuba telah mengajukan resolusi pencabutan blokade tersebut sebanyak 21 kali sejak 1992. Resolusi untuk ke-22 kalinya ini rencananya akan diajukan pada besok, Rabu 1 November.
"Kuba akan mengajukan resolusi kepada PBB untuk vote pencabutan embargo. Tapi ini bukan berarti AS akan langsung mencabut blokade tersebut. Sudah 21 kali kami mengajukan resolusi setiap tahunnya sejak 1992. Sayangnya AS tidak memberi perhatian dan acuh pada resolusi tersebut," ujar Dubes Guevara kepada wartawan di Jakarta, Selasa (31/10/2017).
AS diketahui menjatuhkan blokade terhadap Kuba pada 22 Oktober 1962 di bawah kekuasaan Presiden John F Kennedy. Hal ini diberlakukan AS setelah Uni Soviet menempatkan senjata nuklir di Kuba. Kennedy menganggap pemasangan nuklir di Kuba merupakan tindakan yang benar-benar mengarah pada perang. Oleh karena itu, ia memerintahkan blokade ekonomi, komersial, dan finansial.
Blokade yang telah berlangsung hampir selama 60 tahun itu merugikan warga Kuba, salah satunya di sektor ekonomi. Selain itu, blokade juga semakin menyulitkan Kuba untuk dapat memperoleh teknologi atau peralatan teknis yang hanya diproduksi oleh perusahaan-perusahaan di AS.
Resolusi pencabutan blokade tersebut diketahui mendapat dukungan dari warga AS sekira 73%. Warga keturunan Kuba yang kini menetap di Negeri Paman Sam juga tak luput memberikan dukungan atas pencabutan blokade tersebut.
"Kita mendapat dukungan dari 191 negara kecuali AS dan Israel. Kita menerima banyak dukungan dari anggota PBB," imbuh Dubes Guevara.
Dukungan untuk pencabutan blokade Kuba terus berdatangan dan meningkat hingga terbentuknya sebuah organisasi bernama ‘Engage Cuba’. Organisasi ini bersama individu atau kelompok di AS secara masif menganjurkan pencabutan atau penghapusan kebijakan blokade.
Blokade ini dinilai sebagai salah satu bentuk kejahatan genosida berdasarkan Konvensi tentang Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida pada 1948. Blokade Kuba juga dianggap sebagai perang ekonomi sesuai dengan Deklarasi Undang-Undang Perang Maritim yang dicanangkan melalui konferensi angkatan laut London pada 1909.
Meski demikian, ditegaskan bahwa Kuba dan AS tidak sedang berada dalam situasi perang karena Kuba sama sekali tidak pernah mengambil tindakan militer atau melakukan tindak kekerasan dalam resolusi atau upaya pencabutan blokade tersebut. Blokade AS terus menyebabkan penderitaan bagi rakyat Kuba dan menghalangi pembangunan ekonomi negara. Kerusakan yang disebabkan oleh blokade AS ke Kuba diperkirakan mencapai lebih dari USD4 miliar.
(Rifa Nadia Nurfuadah)