5 Titik Penting Yerusalem, Kota Suci yang Diperebutkan Israel-Palestina

Wikanto Arungbudoyo, Jurnalis
Minggu 10 Desember 2017 07:07 WIB
Yerusalem. (Foto: Wikipedia)
Share :

SATU abad sudah Deklarasi Balfour berlaku. Sepucuk surat dari Lord Arthur James Balfour itu disebut-sebut sebagai awal dari penderitaan panjang Palestina di tanah mereka sendiri. Sedikit banyak, Balfour punya andil dalam konflik berkepanjangan antara Israel-Palestina, terutama dalam perebutan wilayah Yerusalem.

Kota Suci bagi tiga agama (Yahudi, Kristiani, dan Islam) itu menjadi semacam perebutan abadi antara Israel dengan Palestina. Israel mengklaim seluruh wilayah Yerusalem sebagai ibu kota yang sah, sementara Palestina menginginkan wilayah Yerusalem Timur sebagai ibu kota jika diakui sebagai negara merdeka kelak.

Berikut adalah enam titik penting dalam sejarah perebutan Yerusalem:

Deklarasi Balfour (2 November 1917)

Menteri Luar Negeri Inggris saat itu, Lord Arthur James Balfour, menulis sepucuk surat kepada warga keturunan Yahudi terkemuka di Negeri Ratu Elizabeth, Baron Lionel Walter Rothschild. Surat tersebut berisi dukungan dari pemerintah Inggris tentang berdirinya negara Yahudi di tanah Palestina. Deklarasi tersebut dilatarbelakangi oleh ketidakpastian akibat Perang Dunia I.

Perdana Menteri (PM) David Lloyd George, yang terpilih pada Desember 1916, mengambil keputusan untuk mendukung gerakan Zionis secara terbuka. Gerakan tersebut dipimpin di Inggris oleh Chaim Weizmann, seorang ahli kimia berdarah Rusia keturunan Yahudi yang tinggal di Manchester.

Putusan tersebut mengandung dua motif berbeda. Selain keyakinan pada kebenaran gerakan Zionis, pemimpin Inggris berharap bahwa deklarasi formal tersebut akan membantu meraih dukungan dari kaum Yahudi di negara-negara netral seperti AS dan Rusia. Sebagai informasi, di Rusia tengah terjadi revolusi dengan penggulingan rezim Tsar yang anti-Semit sehingga populasi Yahudi meningkat pesat.

PM David Lloyd George melihat dominasi Inggris atas Palestina sebagai tujuan penting pascaperang. Pendirian negara Yahudi dengan perlindungan penuh Inggris akan memenuhi tujuan tersebut.

“Pemerintah memandang pentingnya dukungan terhadap pendirian sebuah negara Yahudi di tanah Palestina dan akan menggunakan usaha terbaik untuk memfasilitasi pencapaian tersebut. Harus dipahami dengan jelas bahwa tidak ada hal yang dilakukan yang dapat merugikan hak-hak sipil dan agama dari komunitas non-Yahudi yang ada di Palestina, atau hak dan status politik yang dinikmati oleh Yahudi di negara lain,” tulis Balfour, mengutip dari History.

Sesuai mandat yang dibuat dari Pakta Versailles 1919, Inggris diberikan kuasa untuk memerintah sementara di Palestina. Pemberian wewenang tersebut dilandasi harapan bahwa Inggris akan berlaku adil pada orang Yahudi dan suku Arab yang ada di Palestina

Akan tetapi, harapan tidak sesuai dengan kenyataan. Banyak suku Arab di Palestina yang marah besar karena gagal mendapatkan kewarganegaraan dan pemerintahan berdaulat sebagai imbalan yang diharapkan atas partisipasi mereka dalam perang melawan Kesultanan Ottoman yang akhirnya menyerah pada 9 Desember 1917.

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya