“Kecaman dunia terhadap pernyatan Presiden Amerika Serikat mengenai Yerusalem merupakan peluang yang baik untuk mengembalikan perhatian dunia terhadap Palestina,” imbuhnya.
Dari aspek diplomasi Israel sendiri, Dino melihat bahwa selama masa kepemimpinan PM Benjamin Netanyahu, perundingan antara kedua kubu sama sekali tidak pernah dilakukan. Padahal selama tidak ada perundingan, selama itu juga negara Palestina yang berdaulat tidak akan berdiri. Untuk itu format perundingan yang paling pas perlu dirumuskan untuk mencapai kesepakatan jika sewaktu-waktu perundingan diadakan.
“Sepanjang PM Netanyahu berkuasa, saya melihat prospek perundingan Palestina-Israel semakin redup. Dan Pemerintah AS lebih memilih mengekor PM Netanyahu ketimbang sebaliknya,” tukasnya.
Dino juga menyoroti masalah menyusutnya paket bantuan ekonomi dunia untuk Palestina. Menurutnya, berbagai program pelatihan dan pemberian paket ekonomi sangat penting diberikan. Upaya tersebut dilakukan untuk mencegah pemerintahannya ambruk karena mengalami kesulitan ekonomi saat Palestina mencapai kemerdekaan penuh.
Ia juga mengkritik betapa Indonesia belum menjadi pihak utama yang berperan dalam upaya damai Israel-palestina secara diplomasi.
“Indonesia mampu memberikan bantuan besar dengan cara menjadikan isu Palestina sebagai isu dunia dan membantu Palestina untuk mempersiapkan pemerintahan yang matang. Bantuan itu dapat diberikan dengan cara memberikan dukungan moral, politik, diplomatik, ekonomi dan ekonomi untuk Palestina,” tegas Dino.