ATURAN berkendara saat mendengarkan radio atau merokok menjadi polemik. Muasalnya dari pernyataan Kasubdit Bin Gakkum Polda Metro Jaya AKBP Budiyanto, saat menjadi narasumber salah satu radio di Jakarta.
Ketika itu, Budiyanto memaparkan larangan pengemudi melakukan kegiatan yang dianggap bisa menurunkan konsentrasi pengendara saat membawa kendaraan.
Aturan larangan melakukan kegiatan saat berkendara tertuang dalam dua pasal, yakni Pasal 106 Ayat 1 dan Pasal 283 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ).
Pasal 106 Ayat 1 menyebutkan, setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib mengemudikan kendaraannya dengan wajar dan penuh konsentrasi.
Pasal 283 menyebutkan, setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan secara tidak wajar dan melakukan kegiatan lain atau dipengaruhi oleh suatu keadaan yang mengakibatkan gangguan konsentrasi dalam mengemudi di jalan dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp 750.000 (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah).
Pernyataan Budiyanto soal larangan, mendapat respon dari pendengar radio tersebut. Ia menanyakan yang intinya: apakah merokok juga dilarang saat berkendara?
Budiyanto tidak menjawab secara pasti, ia mempertanyakan masalah itu ke masyarakat. “Pada saat saya on air ada yang bertanya: ‘Bagaimana dengan yang merokok dan mendengarkan radio? Silakan masyarakat menilai kegiatan tersebut mengganggu konsentrasi atau tidak," kata dia.
Merokok dan mendengarkan radio bisa dianggap merusak konsentrasi para pengendara saat membawa kendaraan. Namun, Pengamat Ahli Pidana dari Universitas Al Azhar, Suparji Ahmad beranggapan, petugas kepolisian tidak perlu sampai menindak para pengendara yang sedang merokok atau mendengarkan radio.
“Menurut saya tidak seperti itu, tidak arahnya ke situ (memidanakan pengendara yang merokok dan mendengarkan radio). Tapi yang penting adalah bahwa prinsip kehati-hatian dilaksanakan dalam proses mengendara mobil itu,” kata Suparji kepada Okezone, Jumat (2/3/2018).
“Jadi sampai mendengarkan radio ketika berkendara dipidanakan itu susah sekali implementasinya. Merokok juga begitu. Menurut saya, aturan itu tidak efektif untuk dilaksanakan dan kemudian perlu ditinjau ulang.”
Budiyanto memiliki penilaian sendiri soal aktivitas yang bisa menurunkan fokus saat berkendara. "Misal capai lelah, ngantuk dan gunakan handphone, terpengaruh alkohol, narkotika dan lain sebagainya, karena ini akan menurunkan konsentrasi," ujar Budiyanto tanpa menyebut merokok dan mendengarkan radio bisa mengurangi konsentrasi saat membawa kendaraan.
Rilis statistik yang dikeluarkan Polda Metro Jaya pada Oktober 2017, pada Januari 2017 hingga September 2017, terjadi 4.124 kecelakaan lalu lintas. Angka ini menurun sekitar 12 persen dibanding kecelakaan lalu lintas, yang mencapai 4.676 rentang Januari 2016 hingga September 2016.
Penuruan juga diikuti dengan jumlah korban. Tercatat 490 orang meninggal dunia akibat meninggal pada 2016, sedangkan pada tahun 2017 terdapat 435 orang meninggal dunia.
Penyebab dari kecelakaan lalu lintas lantas masih didominasi faktor manusia (human eror) seperti ngantuk, lelah, kurang konsentrasi, demikian rilis ketika itu menyebutkan.
Pasal Harus Jelas
Pasal 106 dengan 283 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) dianggap pasal karet.
Pegiat berkendara dengan aman dari Jakarta Defensive Driving Consultant [JDDC], Jusri Pulubuhu menilai mendengar musik, merokok hingga berbciara dengan penumpang lain bisa merusak konsentrasi saat berkendara. Namun, ia menekankan kedua pasal itu tidak bisa ditafsirkan bahwa petugas berhak langsung melarang pengendara mendegarkan musik atau merokok.
“Pasal tersebut tidak bisa diterjemahkan secara eksplisit dengan mengatakan bahwasanya mendengar musik dilarang,” katanya.
Perilaku-perilaku yang dianggap mengganggu konsentrasi saat berkendara dianggap bisa merusak fokus.
Jusri menjelaskan indikator yang merusak konsentrasi saat berkendara salah satunya adalah berbicara di telepon. “Terus kemudian yang lain misalnya; bersenandung dengan mengikuti irama musik. Bersenandung dan mengikuti irama musik diikuti dengan gestur badan begerak dan berdiri sambil mukul-mukul setir misalnya pintu atau jendela mengikuti ritme itu secara visual dapat diartikan dia si pengemudi sudah terpengaruh dengan musik dan itu dianggap mengganggu konsentreasi.”
Namun, kata Jusri, saat pengendara sekadar mendengar lagu untuk menghilangkan kejenuhannya, tak akan menngganggu konsentrasi. “Ini pasal karet. Ini ada di negara–negara lain, tetapi tidak ekstrem dan bukan larangan tidak berarti boleh mendengar musik atau berbicara dengan seseorang,” tuturnya.
Aturan soal larangan merokok saat berkendara sangat jelas di Inggris sangat jelas. Pemerintah setempat melarang siapapun merokok di mobil ketika mereka bersama anak-anak.
Aturan ini sudah berlaku dan ditetapkan pada 2015. Departemen Kesehatan Inggris (PHE) menyatakan, peraturan baru itu diperkirakan berlaku pada 1 Oktober 2015, dan orang yang melanggar peraturan itu akan didenda senilai 50 ponusterling atau sekira Rp1 juta.
Polisi Bantah
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Raden Prabowo Argo Yuwono kepada wartawan, menyampaikan bahwa pihaknya tidak pernah melarang pengendara sambil merokok atau mendengarkan musik saat mengemudikan kendaraannya.
Menurut Argo, Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), khususnya Pasal 106 Ayat 1 hanya menjelaskan setiap pengendara kendaraan bermotor wajib berlaku wajar dan penuh dengan konsentrasi.
"Mendengarkan musik kok enggak boleh, kita tahu macet bikin stres makannya dengerin musik. Ngerokok saja kok, berhenti kalau macet dari pada stres boleh merokok," kata Argo di Mapolda Metro Jaya.
Namun Argo menekankan agar para pengendara tidak membuang puntung rokok sembarangan—yang bisa mengenai pengendara lainnya sehingga menyebabkan kecelakaan lalu lintas.
"Ngerokok lempar puntungnya kena orang (yang tidak boleh)," lanjut Argo.
Menurutnya, justru kegiatan yang dianggap menghilangkan konsentrasi sebagaimana dimaksud undang-undang tersebut yaitu mengoperasikan ponsel.
"Banyak persepsi, sampaikan terserah sendiri, sampikan. Tapi yang saya sampaikan sambil SMS WA dan telpon, itu mengganggu," kata Argo.