2 Cawalkot Malang Jadi Tersangka KPK, PUSaKO: Sektor APBD Memang Jadi Lahan Bancakan

Fahreza Rizky, Jurnalis
Jum'at 23 Maret 2018 09:03 WIB
Ilustrasi (Dok.Antara)
Share :

JAKARTA - Dua calon Wali Kota Malang, yakni Mochamad Anton dan Ya'qud Ananda Gudban telah menjadi tersangka dalam kasus dugaan pemulusan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (APBD-P) Kota Malang tahun anggaran 2015.

Anton diketahui maju dalam Pilkada 2018 sebagai calon petahana Wali Kota Malang 2018-2023. Sementara anggota DPRD Ya'qud Ananda juga maju sebagai calon Wali Kota Malang.

Merespons penetapan tersangka kedua kandidat Wali Kota malang itu, Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari mengungkapkan, sektor APBN/APBD memang kerap menjadi lahan bancakan oknum penyelenggara negara.

Fenomena umum yang terjadi kata Feri, kandidat yang akan maju di Pilkada harus membayar mahar ke partai. Selain itu biasanya setelah terpilih kandidat yang menang membayar upeti ke partai yang mendukungnya.

"Peristiwa Malang tidak mengejutkan karena itulah dari konsekuensi dari korupnya proses demokrasi. Calon-calon yang maju dalam Pemilu dan Pilkada harus membayar mahar ke partai lalu jika terpilih akan terus memberikan upeti kepada partai yang mencalonkannya," kata Feri kepada Okezone, Jumat (23/3/2018).

 (Baca: Usai Diperiksa KPK, 2 Calon Wali Kota Malang Hormati Proses Hukum)

Feri pun menduga hasil bancakan itu turut dinikmati parpol pengusung dua calon wali kota Malang tersebut. Pendapat itu didasarkan dari hasil penelitian yang dilakukan pihaknya. "KPK kan sudah melakukan penelitian soal itu. Penelitian itu memiliki simpulan yang sama dengan kita," jelas dia.

Dalam pengembangan kasus ini, KPK menetapkan Mochamad Anton dan 18 anggota DPRD Malang sebagai tersangka kasus suap pemulusan APBD-P tahun anggaran 2015.

18 Anggota DPRD Malang yakni Suprapto, HM. Zainudin, Sahrawi, Salamet, Wiwik Hendri Astuti, Mohan Katelu, Sulik Lestyawati, Abdul Hakim, Bambang Sumarto, Imam Fauzi, Syaiful Rusdi, Tri Yudiani, Heri Pudji Utami, Hery Subianto, Ya'qud Ananda Budban, Rahayu Sugiarti, Sukarno, dan H. Abdul Rachman.

Mochamad Anton diduga menjanjikan fee Rp700 juta kepada Ketua DPRD Malang Mochamad Arief Wicaksono untuk memuluskan pembahasan APBD-P tahun anggaran 2015. Uang itu diserahkan melalui Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Kota Malang, Jarot Edy Sulistiyono.

 (Baca juga: Tersangkakan 2 Cawalkot Malang, KPK Tegaskan Tak Ada Kepentingan Terselubung)

Setelah menerima uang sekira Rp600 juta, Mochamad Arief Wicaksono langsung membagi-bagikan kepada sejumlah anggota DPRD Malang.

Atas perbuatannya, Mochamad Anton disangka melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1991 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Sedangkan 18 anggota DPRD disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau b dan atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1991 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana.

 

(Ulung Tranggana)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya