Tato Tradisional Mentawai Melawan Pesatnya Zaman

Rus Akbar, Jurnalis
Minggu 06 Mei 2018 14:15 WIB
Proses Pembuatan Tato Tradisional Khas Mentawai (foto: Rus Akbar/Okezone)
Share :

Sementara dalam laporan hasil penelitian mendiang Ady Rosa berjudul ‘Fungsi dan Makna Tato Mentawai’ (2000) menyimpulkan, ada tiga fungsi tato bagi orang Mentawai. Pertama, sebagai tanda kenal wilayah dan kesukuan yang tergambar lewat tato utama. Ini semacam kartu tanda penduduk (KTP).

Kedua, sebagai status sosial dan profesi. Motif yang digambarkan tato ini menjelaskan apa profesi si pemakai, misalnya sikerei (tabib dan dukun), pemburu binatang, atau orang awam. Ketiga, sebagai hiasan tubuh atau keindahan. Ini tergambar lewat mutu dan kekuatan ekspresi si pembuat tato (disebut ‘sipatiti’) melalui gambar-gambar yang indah.

Menurt Ady, ada sekitar 160 motif tato yang ada di Siberut. Masing-masing berbeda satu sama lain. Setiap orang Mentawai, baik laki-laki maupun perempuan bisa memakai belasan tato di sekujur tubuhnya. Di Pulau Siberut saja setiap daerah selalu berbeda motif-motif tato.

Literatur soal tato Mentawai yang ditelusuri Okezone, secara garis besar ada tujuh motif di dada kaum laki-laki dan perempuan yaitu motif Silak Oinan (Siberut Selatan), Muntei (Siberut Selatan), Madobag (Siberut Selatan), Saibi Samukop (Siberut Tengah), Taileleu (Siberut Barat Daya), Sagulubbe (Siberut Barat Daya) dan Saumanuk (Siberut Barat Daya).

Peradaban, generasi muda Mentawai saat ini tidak lagi merajah tubuhnya apalagi ada trauma yang dialami oleh masyarakat Mentawai di era tahun 1970 sampai 1980 dimana pemerintah dan tokoh agama di Indonesia ikut memusnahkan atribut budaya Mentawai termasuk tatonya. Masyarakat pada saat itu dilarang merajah tubuhnya hingga berlahan-lahan meninggal tradisi seperti ditambah lagi perkembangan pendidikan saat ini anak-anak tidak lagi merajah tubuh.

Leniwati Sandora (30) guru salah satu SMP di Sotboyak, Kecamatan Siberut Utara yang merupakan warga setempat menuturkan di tempat dia tinggal saat ini yang memiliki tato Mentawai tinggal empat orang itupun sudah tidak lengkap lagi tidak lagi seluruh tubuh mereka yang ditato. “Di tempat saya ini tinggal empat orang laki-laki yang memiliki tato Mentawai rata-rata mereka sudah lanjut usia, sedangkan yang mudah-mudah disini tidak ada lagi,” tuturnya pada Okezone.

Sementara Esmat Wandra Sakulok (30) pemuda asal Desa Saibi, Kecamatan Siberut Tengah salah satu pemuda yang telah mengecap pendidikan perguruan tinggi ini mencoba kembali merajah tubuhnya dengan tato Mentawai . Menurutnya ada beberapa alasan sehingga kembali merajah tubuhnya meski tidak begitu lengkap tapi bagian dada dan kakinya ditatonya. “Tato Mentawai bagian dari sejarah keberadaan dan hidup orang Mentawai, saat ini hanya tinggal para tetua yang memiliki tato di tubuh mereka.

“Saya suka seni tato. Daripada menggunakan tato modern lebih baik saya gunakan tato Mentawai, sebagai bentuk saya menghargai sejarah Mentawai ikut melestarikan secara realistis di dalam hidupku. Ikut mempertahankan keberadaan dan eksistensi kebudayaan Mentawai sepanjang hidupku, dan mengambil peran tetap meneruskan paham kebudayaan kita sebagai orang Mentawai,” terangnya.

Dia merajah tubuhnya saat berusia 22 tahun, menurutnya rata-rata orang Mentawai itu merajah tubuh pada usia masuk remaja sekitar usia 14 sampai 18 tahun baik laki-laki maupun perempuan sebagai bertanda masa akil baliknya. “Meski satu pulau Tato Mentawai itu juga berbeda-beda tidak sama motif dan artinya,” pungkasnya.

(Fiddy Anggriawan )

Halaman:
Lihat Semua
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya