JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah melakukan giat penindakan operasi tangkap tangan (OTT) sebanyak 22 kali hingga awal Oktober 2018. Operasi senyap terakhir KPK yakni menangkap Wali Kota Pasuruan, Jawa Timur, Setiyono, pada Kamis, 4 Oktober 2018.
Dari 22 OTT tersebut, sebanyak 16 kepala daerah telah menjadi “pasien” atau tersangka KPK. Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata menyesalkan, masih banyaknya kepala daerah yang tersangkut kasus tindak pidana korupsi.
"Khusus untuk kepala daerah, KPK sangat menyesalkan masih cukup banyaknya kepala daerah yang diduga melakukan korupsi dan dijerat proses hukum tindak pidana korupsi," kata Alex di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (5/10/2018).
Alex mengungkapkan, 16 kepala daerah yang telah dan sedang diproses KPK terdiri atas 1 gubernur, 13 bupati, dan 2 wali kota. Jumlah tersebut cukup banyak dibandingkan periode kepemimpinan KPK sebelumnya.
"Korupsi kepala daerah tersebut tentu saja sangat merugikan masyarakat setempat. Apalagi, mereka telah dipilih melalui proses pemilu yang demokratis dan membutuhkan biaya penyelenggaraan yang tidak sedikit," katanya.
Alex membeberkan salah satu penyebab maraknya kepala daerah tersandung korupsi. Sebab, menurut Alex, fungsi pengawasan internal di pemerintahan setempat masih minim.
(Baca Juga : Wali Kota Pasuruan Atur Proyek Suap Lewat 'Trio Kwek-Kwek')
"Banyak kasus pengawas internal bukan tidak tahu ada penyimpangan dalam proses pengadaan barang dan jasa, melainkan mereka tidak memiliki kewenangan atau memiliki kemampuan untuk mengingatkan atau untuk meluruskan penyimpangan," jelasnya.
(Baca Juga : KPK Langsung Penjarakan Wali Kota Pasuruan Setiyono Usai Diperiksa)
"Karena kedudukan inspektorat di bawah kepala daerah pertanggungajwaban ke kepala daerah lewat sekda, artinya kalau dalam audit ada melibatkan kepala daerah praktis mereka tidak berdaya karena setiap saat auditor bisa dipindahkan," sambung Alex.
(Erha Aprili Ramadhoni)