Menurut pengurus Dewan Kemakmuran Masjid An Nawir, Ustaz Diki Abu Bakar Basarip, Habib Usman telah mengarang 50 kitab berbahasa Jawi atau Melayu-Arab.
Kiblat masjid ini sempat condong ke barat laut, kemudian dibenarkan arahnya oleh ulama dari Banten, Imam Nawawi.
Masjid An Nawir menjadi pusat ilmu agama Islam. Banyak pemuda dari berbagai daerah belajar ke sini. Mereka kemudian mengobarkan perlawanan terhadap Belanda.
Arsitektur Masjid An Nawir memadukan tiga kebudayaan. Dari samping terlihat bergaya bangunan khas China, dalamnya menyuguhkan gaya Eropa dengan 33 pilar.
“Pilar-pilar berjumlah 33 buah melambang jumlah tasbih, tahmid, takbir yang biasa dibaca sehabis salat," ujar Diki.
Kemudian unsur Jawa terlihat dari bentuk ukiran jendela dan pintu. "Di sini ada pintu jumlah empat buah, jendela lima buah, itu semua memiliki arti di dalam Islam melambangkan rukun Islam, ditambah pintu utama di arah selatan jembatan kambing berjumlah empat buah yang melambangkan sahabat Nabi Muhammad SAW yakni Abu Bakar RA, Umar RA, Usman RA dan Ali RA."
Masjid ini sekilas seperti rumah karena tak memiliki menara bagian luar layaknya masjid pada umumnya.
Setiap Selasa malam, di masjid ini digelar pengajian kitab Irsyadul Anam, ilmu tafsir dan falakiah (ilmu perbintangan), kitab karangan Habib Usman, sang pendiri masjid.