Saat ini nilai itu mulai luntur. Mulai muncul di benak dan sanubari anak bangsa khususnya anak muda Indonesia bahwa kita berbeda. "Kita berbeda karena tidak seagama, karena berbeda pilihan politik dan lainnya," ungkap TGB.
Kondisi ini, ujar dia, harus segera diatasi agar tidak mengganggu eksistensi Indonesia sebagai satu bangsa. "Tentunya anak muda Indonesia dan kita semua tidak menghendaki Indonesia ini berakhir hanya karena isu atau informasi tak benar. Nusantara harus tetap dijaga," tegas dia.
"Bangunlah kembali nilai kebersamaan, toleransi melalui pranata budaya dan agama yang ada," sambungnya.
Sementara Kepala Hubungan Masyarakat (Humas) Polda NTT AKBP Jules Abraham Abast menyampaikan di konteks penegakan hukum, jajaran kepolisian sudah membentuk tim khusus untuk menjaga lalu lintas komunikasi informasi melalui media sosial.
(Baca Juga: Jokowi Heran Hoaks Masih Merajalela Meski Sejumlah Kasus Sudah Ditindak)
Patroli siber itu lanjut Jules dilakukan 24 jam tanpa henti. "Kami tak main-main dengan penegakkan hukum jika ditemukan ada yang menyebar berita bohong. Paati langsung kami tindak," kata bekas Kapolres Manggarai Barat itu.
Dia bahkan menyampaikan teranyar data laporan terkait berita bohong alias hoaks di jajaran Polda NTT hingga Desember ini nihil. "Yang ada adalah laporan terkaot pencemaran nama baik, fitnah dan sejenisnya," kata Jules.
Sedangkan aktivis media Dion Bata Putra mengatakan hoaks ini muncul sebagai akibat dari munculnya new media. Menurut dia, new media yang dimanjakan internet telah mengubah audiens menjadi pengguna dan konsumem menjadi produsen.
Semua orang bisa memiliki medianya masing-masing untuk menyasar khalayak yang lebih luas dari sebelumnya. "Tidak hanya menyasar khalayak melalui pesan namun juga aspek distribusi, produksi dan pengguna media itu sendiri," kata Pemimpin Redaksi Harian Umum Pos Kupang itu.
Konferensi Anak Muda Indonesia yang dihadiri utusan dari Provinsi Aceh, Yogyakarta, NTB dan sejumlah daerah lainnya itu juga menggelar seminar lainnya dengan menghadirkan pakar antropologi budaya Pater Dr Gregorius Neonbasu SVD dan Sarniel Woleka dari Kompak.
(Fiddy Anggriawan )