LOMBOK - Komitmen untuk mencanangkan jurnalisme yang ramah terhadap pariwisata ditunjukkan oleh Serikat Media Siber Indonesia (SMSI). Caranya adalah kolaborasi dengan Kementerian Pariwisata (Kemenpar) dalam sebuah gelaran Forus Group Discussion (FGD). Bertempat di Hotel Kila Senggigih Beach Lombok, Jumat (14/12), diskusi tersebut mengupas gerakan jurnalisme ramah pariwisata.
Ketua SMSI Auri Jaya dalam sambutannya mengatakan, tahun ini ada dua hal yang disorot oleh media. Selain membangun produk jurnalistik yang ramah anak, para wartawan juga dituntut untuk ramah pariwisata. Hal ini diejawantakan oleh SMSI dengan membuat sebuah panduan peliputan.
“Harus dibedakan media konvensional dan media sosial. Kita bergerak dengan rambu-rambu kode etik yang jelas. Tidak begitu halnya dengan media sosial yang bergerak tanpa aturan,” tegas Auri.
Auri berharap, FGD kali ini bisa melahirkan sebuah pencerahan bahwa media sosial juga harus memiliki aturan-aturan yang tertuang dalam kode etik. “Media sosial selama ini menjadi lahan subur bagi berkembangnya berita-berita hoax. Dengan adanya kode etik dalam hal pemanfaatannya, penyebaran berita bohong bisa diminimalisir dan muaranya pada semakin berkembangnya pariwisata Indonesia,” tandasnya.
Sementara Kepala Biro Komunikasi Publik Kementerian Pariwisata, Guntur Sakti mengatakan, penyusunan panduan jurnalisme ramah parawista, terinspirasi dari bencana Lombok.
Guntur menuturkan ia langsung menuju Lombok saat bencana terjadi. Ia mendapati suasana begitu panik, ditambah lagi dengan media asing yang mengekspos keadaaan dengan begitu dramatis, korban berdarah-darah.
“Saya berpikir, kok begini bangat wajah Indonesia di mata dunia. Akhirnya saya bertukar pikiran dengan Agus Sudibyo selaku Dewan Penasihat SMSI Pusat, beliau membalik paparannya tentang pemberitaan sebuah bencana dengan penyajian yang sangat menginspirasi berkaitan dengan pariwisata,” jelasnya.