LAMPUNG - Ratusan orang yang menjadi korban tsunami di pesisir Lampung Selatan, Provinsi Lampung mengungsi ke kebun cengkeh di bawah kaki Gunung Rajabasa tepatnya di Dusun Satu. Mereka takut kembali ke rumah lantaran masih trauma dan khawatir terjadi tsunami susulan.
Jahidin, salah satu warga, mengaku merasa aman kendati dalam kondisi darurat. Bertahan di pengungsian menjadi pilihan karena mereka takut terjadi tsunami susulan.
"Di sini kami merasa aman walaupun tidak nyaman karena pengungsian ini kami buat seadanya dengan beratapkan terpal. Yang penting lokasinya berada di atas dan jauh dari pantai," kata Jahidin, Kamis (27/12/2018).
Sedikitnya 200 orang dari 56 kepala keluarga yang berada di tempat itu. Mereka bertahan dengan pasokan yang dibawa dari rumah dan tanaman di sekitar.
Sementara, Idoh Mafrudoh yang mengungsi bersama suami dan dua anaknya juga mengaku tak bernyali untuk kembali ke rumah. Ia bertahan di pengungsian yang dibuka oleh warga itu kendati fasilitas umum sangat terbatas. Untuk keperluan MCK pun mereka dalam kondisi darurat.
"Kalau untuk mengambil bantuan, ada suami yang turun sesekali jika persediaan makanan habis dan mengambilnya ke posko utama yang ada di SMAN 1 Rajabasa," ujarnya.
Informasi yang dihimpun, di kebun cengkeh itu tidak sedikit warga yang memiliki bayi dan balita. Mereka tetap nekat bertahan meski relawan, dokter dan lembaga lainnya sudah membujuk agar mau pindah ke lokasi yang lebih nyaman dan aman, misalnya rumah sakit. Apalagi di kebun tersebut warga rawan terserang malaria karena banyak nyamuk.
Situasi di pengungsian itu memprihatinkan. Sunenti, misalnya, tetap enggan pindah dengan alasan kakinya terluka. Kendati demikian dia merasa khawatir bayi perempuannya yang baru satu bulan bernama Nova mengalami dehidrasi.
Sama halnya dengan Sarmah. Ia dan anaknya yang baru satu tahun setengah tetap bertahan di pengungsian kebun cengkeh karena rumah satu-satunya di Des Waymuli sudah rata dengan tanah akibat diterjang tsunami.
(Rizka Diputra)