Sikap Nasionalisme di Negeri Asing

Opini, Jurnalis
Kamis 03 Januari 2019 23:38 WIB
Foto: Istimewa
Share :

MEMULAI hidup di negeri asing dengan suasana dan lingkungan yang tidak biasa cenderung sangat menyenangkan untuk sebagian besar orang. Hal ini dapat dirasakan oleh setiap pelajar yang mendapatkan kesempatan belajar di luar negeri dalam jangka waktu yang cukup lama dan atau para pekerja Indonesia yang mengadu peruntungannya di luar negeri. Beradaptasi dan bersosialisasi di lingkungan baru tentu merupakan suatu hal yang sangat berkesan. Dalam proses tersebutlah tidak jarang ada yang benar-benar jatuh cinta dengan lingkungan dan suasana baru di luar negeri dan memilih menetap di negeri orang.

Adanya fenomena kecintaan berlebih terhadap negara lain menunjukkan semangat cinta Tanah Air tidak lagi menjadi prioritas. Hal demikian tersebut secara tidak sadar telah mempertaruhkan mentalitas nasionalisme sebagai warga negara yang bernaung pada satu kebangsaan. Pelajar yang telah menimba ilmu di luar negeri sepatutnya kembali ke Tanah Air dan menjadi lokomotif perubahan ke arah yang lebih maju.

Perlu diketahui bahwa menjadi negara yang kuat dan maju selalu dimulai dari mentalitas masyarakatnya yang kuat. Sikap masyarakat yang menyadari akan pentingnya formalisasi dan eksistensi dari kesadaran berbangsa dan bernegara menjadi pasak utama dalam membangun satu peradaban maju dalam satu negara. Di mana sikap demikian merupakan salah satu bentuk nasionalisme sebagaimana yang didefenisikan oleh Hans Koh. Oleh karena itu, semangat untuk menanamkan nilai-nilai cinta Tanah Air sangat penting dilakukan oleh setiap generasi. Hal ini dikarenakan eksistensi suatu negara akan hilang apabila generasi pada satu negara tersebut tidak lagi menyadari akan pentingnya nilai cinta Tanah Air dalam bernegara. Hal tersebut secara tidak langsung akan berefek pada maju atau tidaknya suatu negara mengingat sikap masyarakat yang menjunjung nilai-nilai nasionalisme juga berperan penting dalam mewujudkan kemajuan suatu negara.

Pentingnya nasionalisme dalam mempengaruhi kemajuan bernegara telah dibuktikan dari beberapa negara maju di dunia yang memulai pembangunannya dari penanaman nilai-nilai nasionalisme pada masyarakatnya. Salah satu negara maju tersebut adalah Rusia. Hal ini juga diakui dan dikemukakan oleh Wakil Ketua DPD RI sekaligus pengamat sejarah Rusia Nono Sampono saat memberikan kuliah umum di hadapan masyarakat Indonesia di Kedutaan Besar RI untuk Rusia pada tanggal 11 Desember 2018. Beliau mengatakan bahwa dalam proses rekonstruksi rusia pasca-runtuhnya Uni Soviet dilakukan dengan rekonsiliasi nasional, membentuk partai rusia bersatu dan membangkitkan nilai-nilai kebangsaan dan nasionalisme kepada masyarakatnya.

Rusia merupakan negara maju yang baru mulai bangun dan berbenah pasca runtuhnya Uni Soviet beserta perekonomiannya pada tahun 1991. Negara ini tidak lebih lama memulai pembangunan dari pada Indonesia yang dimulai pasca-kemerdekaan pada tahun 1945. Namun kemajuan negara tersebut berkembang dengan sangat pesat jauh melampaui Indonesia. Salah satu faktor yang paling utama dalam kemajuan negara tersebut adalah besarnya nasionalisme pada setiap warga negara Rusia. Rusia berhasil membangun sebuah identitas bersama dan rasa kebersamaan di antara masyarakatnya. Hal mana pembangunan identitas bersama tersebut merupakan salah satu tantangan terberat yang dihadapi oleh sistem politik di belahan dunia mana pun. Hal tersebut sangat tercermin pada sikap dan perilaku masyarakat rusia dalam menjunjung dan memperkenalkan budaya mereka dalam setiap aktifitasnya.

Orang Rusia telah berhasil menginjeksi budaya mereka ke lebih dari setengah penduduk dunia. Dalam sebuah sensus, ada sekitar 153 juta orang yang tercatat menggunakan bahasa Rusia sebagai bahasa ibu mereka, dan sekitar 61 juta orang diindikasikan fasih menggunakannya sebagai bahasa kedua mereka. Selain itu ada sekitar 220 juta wilayah di dunia yang menggunakan bahasa Rusia, sehingga akhirnya berdasarkan artikel yang berjudul 'Russian Language Helper' dapat disimpulkan bahwa ada sekitar 60% populasi orang di dunia ini yang berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Rusia.

Survei Nasional Rusia menyebutkan bahwa 85 persen penduduk rusia merasa bangga atas faktor sejarahnya jauh di atas kebanggaan karena standar hidupnya yang mencapai 14 persen. Berkat ditanamkannya rasa bangga akan sejarah dan budaya rusia serta diterimanya budaya rusia di hampir seluruh dunia, masyarakat negara tersebut kini telah dengan mudah mengakses dan berinteraksi dengan masyarakat internasional yang tentu berdampak pada perekonomian negara. Hal tersebut tentu berbeda apabila dibandingkan dengan negara yang hanya mengandalkan beberapa orang untuk melakukan interaksi dengan menguasai bahasa asing sebelumnya.

Dikomparasikan dengan Negara Kesatua Republik Indonesia, di dalam negeri cenderung masih belum selesai dengan persoalan penyerapan nilai-nilai nasionalisme pada masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari beberapa permasalahan yang erat kaitannya dengan nasionalisme. Beberapa kelompok masyarakat seperti Organisasi Papua Merdeka dan isu pembentukan negara khilafah yang berhulu dari Timur Tengah merupakan suatu bentuk akan tidak ditanamkannya nilai-nilai nasionalisme oleh sebagian masyarakat. Krisis nasionalisme sendiri diakui oleh Ketua DPD RI Oesman Sapta Oddang dalam wawancara yang dilakukan oleh Kompas.

Permasalahan nasionalisme yang berlarut akan berpotensi menimbulkan sekat terhadap setiap kelompok yang tidak sepaham dengan kelompok lain. Implikasi dari gejala tersebut tentu akan memunculkan benih-benih konflik, terlebih Indonesia merupakan negara yang multietnis. Sama halnya dengan Rusia yang juga merupakan negara multietnis yang menyadari kondisi tersebut merupakan sebuah kondisi rawan akan konflik, oleh karenanya penanaman rasa cinta Tanah Air dan rasa kebersamaan kepada masyarakat Rusia memegang peranan penting untuk menghindari perpecahan tersebut.

Bercermin pada negara adidaya tersebut, setidaknya masyarakat Indonesia di luar negeri khususnya di Rusia sedikit banyaknya telah berusaha menghayati nasionalisme dengan turut aktif dalam berbagai pagelaran budaya yang menampilkan identitas kebangsaan. Salah satu contohnya adalah penampilan mahasiswa Indonesia yang menampilkan pertunjukan budaya Indonesia di festival international students yang diadakan setiap tahun di Pushkin Institute. Hal tersebut dilakukan karena masyarakat Indonesia di Kota Moskow sadar bahwa lingkungan di luar negeri tidak ada yang menyuguhkan karakter keindonesiaan.

Apabila kepedulian terhadap karakter keindonesiaan tidak ada, maka potensi untuk dilupakannya budaya Indonesia cukup memungkinkan. Oleh karenanya permira khususnya permira Moskow yang juga sebagai representasi eksistensi masyarakat Indonesia di Rusia bersama Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) tidak jarang memotori gerakan promosi budaya di Rusia khususnya di Moskow. Hal ini membuktikan bahwa penanaman nilai-nilai rasa cinta Tanah Air di Rusia masih terus terealisasi melalui generasi bangsa yang ada di Moskow.

Permira Moskow saat ini diketuai oleh Ade Irma Elvira yang merupakan seorang kandidat Ph.D Russian State Agrarian University. Selama tongkat komando di tangannya, Permira Moskow memiliki visi yang sangat nasionalis yaitu salah satunya adalah melestarikan nilai-nilai Pancasila. Dengan visi tersebut Ade Irma berusaha tetap menjaga rasa cinta Tanah Air pada segenap pelajar di Moskow yang saat ini sedang dalam proses bersosialisasi dan berdaptasi. Hal tersebut diaktualisasikan dengan merangkul seluruh perantau ilmu di Kota Moskow untuk bersama-sama menjunjung nilai-nilai kebangsaan dan kebudayaan Indonesia di Moskow.

Penulis: M. Haedar Arbit, mahasiswa S2 Hukum di Moskow, Rusia

(Qur'anul Hidayat)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya