Parahnya lagi, kubu pemerintah terlihat gamang memframe, mensosialisasikan capaian yang sudah dicapai, program dan keberhasilan pemerintah. “Menurut pikiran saya, sebagai incambent ngak perlu reaksioner, cengeng, baper merespon setiap kritikan atau tuduhan berbau politis yang dituduh sang penantang ke petahana, di bawah santai aja, saya ngak melihat Jokowi yang dulu “Gak Mikir” Pokoke Aku “Rapopo.”
Pangi melihat tren belakangan adalah kampanye yang berputar pada isu politik identitas, adu kesalehan dengan adanya tantangan lomba baca Alquran, “itu konyol dan akan menjadi preseden buruk, bentuk atraksi kesalehan fisik yang dangkal dan norak banget, tak mencerdaskan, tak ada pendidikan politiknya.”
“Saya ingin katakan begini, elite tidak melakukan pendidikan politik yang bermutu pada masyarakat. Elite politik punya tanggung jawab moral bagaimana merawat konsensus kebangsaan, menjaga NKRI, kebhinekaan, dan kemajemukan kita. Jangan kemudian narasi emosional dieksploitasi melampui dosisnya,” papar Pangi.
(Rachmat Fahzry)