Meluruskan Pemahaman Bambang Widjojanto tentang Kasus Irman Gusman

Opini, Jurnalis
Senin 18 Maret 2019 08:55 WIB
Irman Gusman (Dok Okezone)
Share :

Tidak seperti dalam kasus Romi, dalam kasus Irman Gusman, pangkal ceritanya adalah niat baik (bukan niat jahat) dari wakil masyarakat Sumatera Barat ini untuk meringankan beban hidup masyarakat yang diwakilinya di DPD RI, yaitu berupaya untuk menurunkan harga gula yang melambung tinggi saat bulan puasa 2016.

Bambang Widjojanto menggunakan istilah "kasus korupsi yang dilakukan Irman Gusman" dalam pernyataan tertulisnya yang diberitakan media massa baru-baru ini.

Yang terjadi sesungguhnya adalah bukan Irman "melakukan korupsi" seperti pemahaman Bambang, tetapi ada sepasang suami-istri asal Padang yang datang ke kediaman Irman pada 16 September 2016 tengah malam dan memberikan buah tangan atau oleh-oleh yang tidak pernah diberitahukan sebelumnya kepada Irman dan Irman pun tidak pernah menyadari pada saat menerima pemberian itu bahwa isi bingkisan itu adalah uang.

Irman baru mengetahui tentang isi bingkisan itu ketika petugas KPK masuk menangkapnya lalu si pemberi mengarang cerita dadakan bahwa uang itu diberikan untuk Irman membeli mobil. Padahal Irman tidak butuh mobil dan topik itu pun tidak pernah disinggung dalam pembicaran mereka sebelum petugas KPK masuk.

Penangkapan Irman Gusman terkesan sarat rekayasa politik, karena ia ditangkap dengan menggunakan Sprindik atas nama orang lain (bukan atas nama Irman Gusman) yaitu nama Xaveriandy Sutanto, suami dari Memi. Surat itu pun tertanggal 24 Juni 2016 yang sebenarnya tidak diperlukan lagi karena orang yang mau ditangkap KPK sesuai isi surat itu ternyata sudah ditangkap dan menjalani hukuman tahanan kota di Padang.

Dari kejadian itu dapat dipastikan bahwa Irman bukan melakukan korupsi seperti yang dipahami oleh Bambang, tetapi terjebak atau dijebak menerima pemberian yang tidak pernah diketahui isinya sebelumnya. Jaksa kemudian menuduh Irman menerima suap lalu mendakwanya dengan Pasal 12 huruf b dan dakwaan alternatif yaitu Pasal 11 UU Tipikor.

Terhadap dakwaan primer Pasal 12 huruf b ini para guru besar hukum yang memberikan anotasinya dalam buku tersebut di atas menyatakan bahwa dakwaan itu tidak tepat, karena urusan distribusi gula impor sama sekali tidak ada kaitannya dengan jabatan dan kewenangan Irman Gusman sebagai Ketua DPD RI. Hal itu sepenuhnya merupakan kewenangan Bulog.

Terhadap dakwaan alternatif Pasal 11, para guru besar hukum itu berpendapat bahwa KPK seharusnya memberikan waktu 30 hari kepada Irman untuk melaporkan pemberian itu yang diistilahkan sebagai gratifikasi. Aturan hukumnya seperti itu.

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya