"Pemantau Pemilu diberikan ke Bawaslu untuk diberikan akreditasinya. Lembaga survei mendaftar KPU dan surat pernyataan pendaftaran. Tidak diberikan akreditasnya. Kalau ada yang salah persepsi, nanti mereka yang kasih sanksi. Kita bisa bikin dewan etik," tuturnya.
Sebelumnya, Asosiasi Riset Opini Publik Indonesia (AROPI) mengajukan permohonan uji materi terhadap Pasal 449 Ayat (2), Ayat (5), dan Ayat (6); Pasal 509; dan Pasal 540 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) ke MK. Gugatan tersebut khususnya menyangkut larangan hasil survei yang dirilis pada masa tenang dan waktu penayangan hitung cepat atau quick count.
AROPI menilai, dilarangnya penayangan hasil survei dan hitung cepat dua jam setelah Tempat Pemungutan Suara (TPS) Waktu Indonesia Barat (WIB) tutup, dinilai merugikan publik. Hal itu karena mereka tidak bisa mendapatkan informasi prediksi hasil pemilu secara cepat.
(Rizka Diputra)