“Kalau aku hanya menyuruh dan berusaha kasih motivasi untuk maju. Ya kasihan mereka, kan mereka juga punya hak untuk memilih, orang gila juga punya hak. Ada juga mantan orang gila yang mencalonkan menjadi seorang Caleg, itu gak tahu. Nah kita juga manusia, juga warga negara Indonesia, warga negara yang baik harusnya nyoblos, eman (sayang) kalau golput eman. Di sini berobat dulu, sembuh pulang, besok aku pulang,” tutur Haris.
Sementara itu, Minarti, salah seorang penghuni lain di RSJ Lawang, mengaku tidak mengetahui kapan pemilu akan dilangsungkan. Dia mengatakan tidak didaftarkan oleh keluarganya, meskipun ingin ikut mencoblos.
Baca juga: 524 Warga Gunungkidul yang Alami Gangguan Jiwa Terdaftar di DPT Pemilu 2019
“Mboten, mboten didaftaraken. Tumut menawi wonten. (Tidak, tidak didaftarkan. Ingin ikut kalau ada undangan),” kata Minarti.
Dokter Ika Nurfarida, SpKJ, dari RSJ Wardjiman Wediodiningrat, Lawang mengungkapkan, gangguan jiwa ada beberapa kategori, yaitu ringan-sedang yang dapat menggunakan hak pilihnya; serta gangguan jiwa berat, bilamana masuk episode akut, maka orang itu tidak dapat menggunakan hak pilihnya. Hal ini karena orang itu memiliki gangguan dalam menilai suatu realita. Namun, bila orang itu diobati, menjalani terapi, serta dinyatakan sembuh dan melewati fase akut, maka tidak masalah bila akan menggunakan hak pilihnya.