JAKARTA - Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Febri Diansyah mengakui keterangan pemegang saham Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI), Sjamsul Nursalim sangat penting dalam pengembangan kasus korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) terhadap BDNI.
"Keterangan yang bersangkutan termasuk keterangan yang penting," kata Febri saat dikonfirmasi, Jumat (12/4/2019).
Febri menjelaskan alasan pihaknya sangat membutuhkan keterangan Sjamsul Nursalim beserta istrinya, Itjih Nursalim, dalam perkara ini. Sebab, nama Sjamsul dan Itjih disebut sebagai orang yang diperkaya bersama-sama dalam putusan mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Arsyad Temenggung.
"Karena kan nama mereka dipertimbangkan dan dituangkan hakim di putusan. Termasuk juga sebagai pihak yang diduga bersama-sama dan diduga diperkaya itu tentu perlu diklarifikasi," terangnya.
Baca Juga: KPK Sebut Kasus Mega Korupsi BLBI Sudah Masuk ke Penyidikan
Namun demikian, Febri enggan menjawab dengan tegas alasan pihaknya belum meningkatkan penanganan perkara ini ke tingkat penyidikan karena belum mengantongi keterangan dari Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim. Tapi, kata Febri, KPK berkomitmen untuk menuntaskan kasus ini.
"Secara lebih rinci belum bisa saya sampaikan terkait dengan hal itu. Tetapi kami komitmen untuk menangani kasus BLBI ini, karena ini kan kassus yang penyelidikannya cukup lama," ungkapnya.
Sjamsul Nursalim dan istrinya sudah dua kali mangkir alias tidak hadir saat dipanggil untuk diperiksa dalam proses penyelidikan perkara korupsi penerbitan SKL BLBI. Pasangan suami-istri tersebut disinyalir saat ini sedang berada di Singapura. (edi)
Dalam perkara ini, KPK baru menjerat satu orang sebagai tersangka yakni, Syafruddin Arsyad Temenggung. Syafruddin merupakan mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang telah divonis bersalah dalam kasus ini.
Syafruddin diganjar hukuman 15 tahun pidana penjara dan denda Rp1 miliar subsidair 3 bulan kurungan oleh Pengadilan Tinggi DKI dalam putusan banding.
Majelis hakim meyakini Syafruddin terbukti bersalah karena perbuatannya melawan hukum. Dimana, menurut hakim, Syafruddin telah melakukan penghapusbukuan secara sepihak terhadap utang pemilik saham Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI), Sjamsul Nursalim tahun 2004.
Padahal, dalam rapat terbatas di Istana Merdeka, tidak ada perintah dari Presiden Megawati Soekarnoputri untuk menghapusbukukan utang tersebut.
Dalam analisis yuridis, hakim juga berpandangan bahwa Syafruddin telah menandatangi surat pemenuhan kewajiban membayar utang terhadap obligor BDNI, Sjamsul Nursalim. Padahal, Sjamsul belum membayar kekurangan aset para petambak.
Syafruddin juga terbukti telah menerbitkan Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI) kepada Sjamsul Nursalim. Penerbitan SKL BLBI itu menyebabkan negara kehilangan hak untuk menagih utang Sjamsul sebesar Rp4,58 triliun. (edi)
(Amril Amarullah (Okezone))