Keonaran, lanjut Wahyu, mulanya bisa dilakukan oleh dua orang saja. Namun pada kelanjutannya, keonaran bisa melibatkan atau berdampak pada banyak orang. "Dua saja sudah cukup, dalam perkembangan selanjutnya harus melibatkan orang lebih banyak," tuturnya.
Diketahui sebelumnya, kasus hoaks Ratna Sarumpaet sendiri bermula dari foto lebam wajahnya yang beredar luas di media sosial. Sejumlah tokoh mengatakan Ratna dipukuli orang tidak dikenal di Kota Bandung, Jawa Barat.
Tiba-tiba Ratna mengklarifikasi kalau berita penganiayaan terhadap dirinya itu bohong. Ratna mengaku mukanya lebam setelah menjalani operasi plastik. Akibatnya, hampir seluruh masyarakat tertipu olehnya.
Dalam perkara ini Ratna Sarumpaet didakwa melanggar Pasal 14 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana atau dakwaan kedua Pasal 28 Ayat (2) juncto 45A Ayat (2) Undang-undang 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-undang 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Ratna didakwa telah membuat keonaran melalui berita bohong yang dibuatnya.
(Rizka Diputra)