Pada peringatan Hari Buruh Internasional 1 Mei 2018 lalu, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) telah mendeklarasikan dukungannya kepada pasangan Prabowo-Sandi. Sementara Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) dan Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) mendukung pasangan Joko Widodo-Maruf Amin. Baik KSBSI maupun KSPSI juga menyatakan dukungan untuk Jokowi pada peringatan Hari Buruh pada Mei 2018. Dengan melakukan itu, mereka berharap untuk mendapatkan kesepakatan yang lebih baik menyangkut masalah tenaga kerja.
Sejatinya, peringatan Hari Buruh atau ‘May Day’ tidak boleh dijadikan momentum untuk sosialisasi bagi peserta pemilu, baik itu partai politik maupun pasangan capres-cawapres. Kondisi semacam itu hanya akan membawa organisasi serikat buruh/pekerja semakin terkotak-kotak dan terkooptasi oleh kepentingan partai politik, yang berakibat tidak sejalannya esensi perjuangan kaum buruh dalam memperjuangkan hak-haknya.
Oleh karena itu, peringatan Hari Buruh harus murni diisi oleh para buruh yang memperjuangkan hak-haknya. Partai politik maupun politikus semestinya tidak mempolitisasi kepentingan kaum buruh pada saat mereka menyampaikan sejumlah tuntutan pada peringatan Hari Buruh. Alangkah lebih bijak apabila para aktor politik memainkan peranannya di ranah kebijakan pemerintahan untuk memperjuangkan aspirasi kaum buruh untuk memperoleh hak-haknya.
Dengan banyaknya konfederasi maupun serikat buruh/pekerja yang ada saat ini hanya akan membuat dasar pemikiran dan perjuangan kaum buruh semakin bias saat menghadapi kebijakan pengusaha ataupun pemerintah. Di sisi lain, pihak pengusaha dan pemerintah juga dipastikan akan bingung dalam menentukan konfederasi yang benar-benar merepresentasikan suara buruh/pekerja.
Kondisi tersebut tentunya tak lepas dari mudahnya syarat pendirian serikat pekerja atau serikat buruh sebagaimana yang diatur dalam UU No. 21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh, di mana mensyaratkan minimal 10 anggota sudah bisa mendirikan serikat pekerja. Akan tetapi, apabila dikehendaki perlunya revisi terhadap syarat minimal pendirian serikat buruh dalam UU tersebut, maka keinginan itu harus muncul dari gerakan buruh itu sendiri.
Sementara bagi pemerintah sebagai pembuat kebijakan semestinya mengetahui apa yang sebenarnya dibutuhkan oleh pengusaha dan buruh tanpa membedakan status mereka dalam struktur masyarakat. Sudah saatnya negara memainkan peranannya dengan lebih seimbang tanpa merugikan kaum buruh dan pengusaha.