Atas tindakan itu, AJI Jakarta dan LBH Pers mengecam keras aksi kekerasan dan upaya penghalangan kerja jurnalis yang dilakukan oleh aparat kepolisian maupun massa aksi.
Kekerasan dan intimidasi terhadap jurnalis saat meliput peristiwa kerusuhan bisa dikategorikan sebagai sensor terhadap produk jurnalistik. Perbuatan itu termasuk pelanggaran pidana yang diatur dalam Pasal 18 UU Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers. Setiap orang yang menghalangi kebebasan pers diancam penjara maksimal dua tahun, dan denda maksimal Rp500 juta.
(Baca Juga: AJI Desak Polisi Usut Tuntas Kasus Kekerasan ke Wartawan saat Aksi 22 Mei)
"Kami mendesak aparat keamanan dan masyarakat untuk menghormati dan mendukung iklim kemerdekaan pers, tanpa ada intimidasi serta menghalangi kerja jurnalis di lapangan," jelas Ketua AJI Jakarta, Asnil Bambani Amri, dalam keterangan tertulis yang diterima Okezone, Jumat (25/5/2019).
"Kami juga mengimbau kepada para pimpinan media massa untuk bertanggung jawab menjaga dan mengutamakan keselamatan jurnalisnya, " jelasnya lagi.
Selain itu, AJI juga mengimbau para jurnalis yang meliput aksi massa untuk mengutamakan keselamatan dengan menjaga jarak saat terjadi kerusuhan.
(Khafid Mardiyansyah)