Sedang mereka bernyanyi, tiba-tiba dua orang polisi Kompeni datang mencokok Murtado dengan tuduan telah membunuh orang di daerah Kwitang. Namun, teman-teman Murtado membelanya dan memberitahu keberadaan Murtado yang selalu ada bersama mereka.
Karena pembelaan itu, polisi Kompeni tidak berhasil menangkap Murtado. Gagal pula rencana Bek Lihun untuk mencelakainya. Karenanya, Bek Lihun tidak puas hati dan selalu berikhtiar mencari jalan untuk mencederai Murtado.
Setelah kegagalan yang pertama, dipanggilnya tiga orang jagoan lagi yang berwatak lebih jahat, berasal dari daerah Pondok Labu, Kebayoran Lama. Ketiga orang jagoan itu, setelah diberi upah dan bayaran yang tinggi, bersedia mau melenyapkan Murtado. Ketiga orang itu bernama Boseh, Kepleng, dan Boneng.
Ketiga orang itu kemudian ditugasi Bek Lihun untuk membunuh Murtado ketika sedang tidur malam di rumahnya.
Maka, pada malam yang sepi, ketiga orang penjahat itu mengendap-ngendap dan meng-gangsir (menggali tanah untuk masuk ke dalam rumah) rumah Murtado. Melalui lubang galian itulah mereka bertiga dapat masuk ke dalam rumah Murtado. Ketika itu Murtado sedang tidur. Tetapi dengan kejelian nalurinya, ia bisa mendengar suara orang berbisik-bisik di sekitar rumahnya.
Setelah diintipnya, terlihat dua orang yaitu Kepleng dan Boneng sedang merangkak-rangkak masuk melalui lobang ke dalam rumahnya. Di tangannya terlihat golok yang tajam, siap untuk ditebaskan.
Melihat situasi yang gawat itu, dengan cepat Murtado berpikir untuk segera melakukan tindakan. Ia lalu berdoa kepada Tuhan, memohon perlindungannya. Segera ia teringat akan lampu tempel yang terpasang di pintu kamarnya. Dengan cepat lampu ditendangnya, sehingga ruangan menjadi gelap gulita.
Dalam kegelapan itu terjadilah kegaduhan. Rupanya Kepleng dan Boneng terkejut dan tersungkur sambil saling bertindihan.
Mendengar suara ramai-ramai itu, masuk pulalah Boseh yang sedang bertugas menjaga di luar. Ketika sampai di dalam, dilihatnya ruangan sudah gelap gulita. Ketika ia sedang meraba-raba, terabalah tubuh Kepleng.
Kepleng mengira itu Murtado, lalu dibabatlah dengan goloknya. Terpekiklah Boseh kesakitan. Dalam suasana gaduh dan kacau, Murtado menggunakan kesempatan yang baik itu untuk memukul dengan telak lawan-lawannya.
Akibat teriakan-teriakan Boneng, penduduk kampung mengira telah terjadi pencurian. Begitu pula teman-teman Murtado yang datang beramai-ramai untuk memberikan bantuan.
Setelah penduduk datang membawa lampu, terlihatlah perkelahian antara Murtado melawan dua orang jagoan suruhan Bek Lihun.
Seorang di antaranya tergeletak di lantai berlumuran darah. Penduduk sangat marah dan ingin mengeroyok kedua penjahat itu, tetapi dapat dicegah oleh diserahkan saja kepada yang berwajib.
Ketiga-tiganya kemudian ditangkap dan dengan bantuan penduduk diserahkan kepada Bek Lihun sebagai penguasa kampung. Dengan tuduhan ingin merampok, ketiga orang itu pun ditahan oleh Kompeni.
Rupanya Bek Lihun semakin tidak puas dengan rencana-rencananya untuk mencelakai Murtado dan membalas sakit hatinya.
Pada suatu malam, didatangilah rumah gadis teman baik Murtado yang dahulu bersama-sama memotong padi dengannya. Setelah masuk ke dalam rumah, ditangkaplah gadis tersebut untuk diperkosa. Gadis tersebut menjerit ketakutan.
Kebetulan Murtado sedang akan bertandang ke rumah itu dan mendengar teriakan sang gadis. Murtado buru-buru masuk ke dalam rumah gadis tersebut.
Setelah dilihatnya di dalam kamar ternyata ada Bek Lihun hendak memperkosa gadis itu, hilanglah kesabarannya. Dengan sangat marah ditendang dan dihajarnya Bek Lihun hingga babak belur.
Akhirnya, Bek Lihun minta ampun dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya lagi.
Setelah kejadian-kejadian itu, mulai insyaflah Bek Lihun. Dia mulai menghargai pemuda kampungnya yang bernama Murtado. Ketika itu beberapa gerombolan perampok di bawah pimpinan Warsa mulai mengganas di Kemayoran.