JAKARTA - Ketua DPP Partai Golkar Ace Hasan Syadzily mengkritik alat bukti yang diajukan Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi di Mahkamah Konstitusi (MK), karena tidak menyertakan hasil perhitungan suara di Pemilu 2019, misalnya form C1 yang menjadi acuan penghitungan suara.
"Sesuai UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, domain dari ranah MK objeknya adalah hasil penghitungan suara," kata Ace Hasan di sela-sela acara Halalbihalal Fraksi Partai Golkar, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (13/6/2019).
Dia mengatakan bukti-bukti form C1 atau saksi merupakan hal yang dibutuhkan kalau terjadi dugaan penggelembungan suara.
Menurut dia, Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf memiliki data C1 dari seluruh Tempat Pemungutan Suara (TPS) dan itu menjadi bukti serta argumentasi ketika bersidang di MK.
"Data C1 itu untuk argumentasi bahwa memang tidak ada dispute suara dari data yang dimiliki TKN dengan hasil yang diumumkan KPU RI," ujarnya seperti dilansir dari Antaranews.
Menurut Ace yang merupakan jubir TKN Jokowi-Ma’ruf Amin, selisih sebanyak 16,9 juta suara sangat banyak, dan kalau BPN ingin mengajukan gugatan di MK maka sebaiknya menunjukkan bukti selisih suara tersebut.
Dia mencontohkan, BPN harus menunjukkan di titik-titik mana terjadi penggelembungan suara, dan dirinya optimis gugatan tersebut ditolak MK.
"Dari bermacam gugatan yang disampaikan BPN, tentu banyak hal yang mudah kami patahkan misalnya data-data yang disampaikan dari hasil berita, itu pernah dibahas di dalam persidangan Bawaslu. Kalau soal kualitatif, itu diadukan ke Bawaslu, yang telah diatur dalam UU Pemilu," katanya.
Sebelumnya, MK akan menggelar sidang perdana terkait permohonan sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) yang telah didaftarkan kubu pasangan calon presiden dan wakil presiden Prabowo-Sandi pada Jumat 14 Juni besok.
Agenda dalam sidang perdana nanti adalah mendengarkan pokok permohonan dari pemohon dalam hal ini kubu Prabowo-Sandi.
MK juga mengundang pihak termohon yaitu KPU dan pihak terkait seperti Bawaslu dan kubu Joko Widodo-Ma'ruf Amin untuk hadir dalam sidang perdana tersebut.