Indonesia Pernah Barter Pesawat dengan Ketan, Kapal Perang Soviet Ditukar Pepsi

Agregasi BBC Indonesia, Jurnalis
Sabtu 15 Juni 2019 03:01 WIB
Pesawat CN 235-220 MPA bi Pangkalan Udara TNI AL Juanda, Sidoarjo. (Foto: Antara)
Share :

BARTER menjadi cara tertua dalam melakukan bisnis di dunia. Sejumlah contoh yang pernah terjadi adalah Indonesia menukar pesawat dengan beras ketan Thailand dan pepsi ditukar dengan kapal perang Uni Soviet.

Pertukaran barang dan jasa mendahului penggunaan uang serta diyakini berkembang sejak masyarakat sosial pertama. Kini sistem barter identik dengan negara-negara yang bergejolak.

Contohnya, nelayan di Venezuela yang menukar ikan tangkapannya dengan kebutuhan makanan atau obat-obatan, karena hiperinflasi di negaranya yang terjadi selama beberapa tahun, membuat mata uang mereka tidak berharga.

Kejadian lain, jaringan sistem barter di Yunani yang muncul ketika negara itu berada di tengah-tengah krisis finansial sekira delapan tahun lalu.

Bagaimanapun, bukan hanya perorangan yang melakukan barter, tapi juga pemerintah.

Lagi-lagi seringkali ini karena negara tersebut menghadapi krisis dan isolasi keuangan di panggung dunia, seperti yang terjadi dengan Venezuela dan Iran saat ini.

Bagi kedua negara, sistem barter membuat mereka sedikit leluasa dari blokade ekonomi Amerika Serikat.

Sistem barter juga terkadang digunakan oleh perusahaan-perusahaan, seperti produsen pesawat Indonesia, Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) yang menukar dua pesawatnya dengan 110.000 ton beras ketan dari Thailand pada 1996. Hanya beras ketan yang ditawarkan oleh para penjual Thailand saat itu.

Menilik sejarah, hal yang sama juga dilakukan oleh perusahaan raksasa asa AS, Pepsi, yang menukar minuman bersodanya dengan saus tomat Uni Soviet agar bisa masuk ke pasar negara itu pada 1970-an.

Pepsi, yang memiliki jaringan gerai Pizza Hutt pada masa itu, menggunakan saus tomat di piza bikinannya di seluruh Eropa Barat. Bahkan, perusahaan ini menukar produk minumannya dengan Vodka, bahkan kapal perang Uni Soviet.

Grup band populer asal Swedia, Abba, melakukan hal yang mirip dengan yang dilakukan oleh Uni Soviet, mereka mendapatkan royalti dalam bentuk buah-buahan, sayuran, dan minyak mentah yang kemudian dijual ke pasar global.

Kembali ke Iran, mereka menggunakan sistem barter untuk mendukung perekonomian setelah AS mengenakan saksi terhadap negara itu usai revolusi Iran pada 1979.

Setelah itu, orang-orang Iran harus membarter lebih banyak lagi setelah sanksi yang lebih ketat dikenakan oleh PBB antara 2010 hingga 2015.

Adanya sanksi PBB itu membuat pembelian produk dari pasar internasional menggunakan mata uang mereka, menjadi hal yang tidak mungkin bagi orang Iran.

Teheran kemudian mulai menawarkan minyak mentah dan emas yang disimpan di negara lain untuk ditukar dengan kebutuhan makanan, seperti beras, minyak goreng, dan teh.

Setelah kesepakatan nuklir antara Iran dan lima anggota permanen Dewan Keamanan PBB –China, Prancis, Rusia, Inggris dan AS– pada 2015, sama seperti Jerman dan Uni Eropa, Iran bisa melakukan perdagangan dengan normal kembali.

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya