SIBERIA - Seorang perempuan petapa menolak pindah dari rumahnya yang terpencil meski ada risiko terkena puing-puing dari peluncuran roket Rusia.
Petapa yang bernama Agafya Lykova tinggal di gubuk kayu tempat ia dilahirkan sekitar 241,402 km dari kota di Taiga, Siberia, Rusia.
Dia adalah orang terakhir yang masih hidup dari keluarga Old Believers, kelompok Ortodoks Rusia yang melarikan diri ke hutan pada 1936 untuk menghindari penistaan agama saat Uni Soviet diperintah Stalin.
Keluarga Lykova tidak terdeteksi selama lebih dari 40 tahun hingga ditemukan dari udara oleh ahli geologi Soviet.
Pejabat badan antariksa Rusia baru-baru ini melakukan perjalanan ke Taiga untuk memperingatkannya bahwa rumahnya berada di jalur penerbangan peluncuran roket dari kosmodrom Baikonur di Kazakhstan.
Namun Lykova bersikeras menolak untuk pindah dari rumahnya yang sederhana di mana dia memelihara kambing dan menanam makanannya sendiri.
“Roket pernah jatuh sebelumnya. Jadi, apa bedanya dengan yang sekarang?" kata dia.
Sejak kematian orang tua dan saudara-saudaranya, Agafya hidup sendirian sejak 1988. Ia menolak semua permintaan dari pejabat Rusia untuk pindah ke perumahan yang lebih aman di sebuah desa di wilayah Khakassia.
Agafya mengeluh bahwa dalam peradaban ada begitu banyak mobil. "Mengapa kamu membutuhkan begitu banyak? [mobil. Banyak asap, tidak ada yang bisa bernapas," ujar dia.
Agafya yang baru saja merayakan ulang tahunnya yang ke-75 pada bulan April, memberi tahu direktur cagar alam tempat dia tinggal bahwa dia telah memiliki makanan untuk tahun ini dan memiliki rumput yang cukup untuk kambingnya.
Viktor Nepomnyaschiy, direktur Cagar Alam Khakassky, mengatakan Agafya selamat dari musim dingin dengan suhu serendah -35 derajat delcius.
"Dia mengeluh tentang kondisi kesehatannya, terutama rasa sakit di kakinya, tetapi sejauh ini dia berhasil menjaga rumahnya," katanya.
Agafya adalah anak keempat dari Karp dan Akulina Lykov, dan selama 35 tahun pertama hidupnya, dia tidak memiliki kontak sama sekali dengan siapa pun selain keluarganya.
Pada 1978 sekelompok ahli geologi menemukan keluarga itu setelah melihat persembunyian mereka dari udara.
Para ilmuwan melaporkan bahwa Agafya berbicara dengan bahasa yang aneh akibat terdistorsi seumur hidup. Ketika mereka ditemukan, keluarga itu tidak tahu bahwa ada Perang Dunia Kedua.
Letak tempat tinggal keluarga itu berada dekat dengan Sungai Yerinat, di sisi pegunungan terpencil di Abakan Range, di Siberia barat daya.
Ayah Agafya mengambil keputusan untuk meninggalkan peradaban pada tahun 1936 setelah ada patroli komunis di ladang tempat dia bekerja dan menembak mati saudaranya.
Mereka lalu mengumpulkan beberapa harta benda dan sedikit benih. Ia membawa istrinya, Akulina, putra mereka yang berusia sembilan tahun, Savin, dan putrinya Natalia yang berusia dua tahun, dan melarikan diri ke hutan.