HONG KONG – Pemimpin Eksekutif Hong Kong, Carrie Lam pada Selasa mengatakan bahwa rancangan undang-undang (RUU) ekstradisi yang memicu demonstrasi besar-besaran dan krisis politik terburuk dalam beberapa dekade di wilayah otonomi China itu, telah “mati”. Lam mengakui bahwa pekerjaan pemerintahannya terkait RUU tersebut telah berakhir dengan “kegagalan total”.
RUU ekstradisi yang akan memungkinkan orang-orang di Hong Kong untuk dikirim ke China daratan untuk diadili, telah memicu demonstrasi yang diwarnai kekerasan dan bentrokan, menyebabkan wilayah bekas koloni Inggris itu mengalami kekacauan.
BACA JUGA: Ribuan Orang Berkumpul di Hong Kong Protes Hukum Ekstradisi China
Pada pertengahan Juni, Lam menanggapi protes yang menarik ratusan ribu orang ke jalan-jalan Hong Kong itu dengan menangguhkan pengajuan RUU itu. Saat ini dia berusaha untuk memulihkan ketertiban di Hong Kong dan mempertahankan jabatannya setelah para demonstran menuntutnya mundur karena pengajuan RUU ekstradisi tersebut.
Pada Selasa dia mengakui bahwa "masih ada keraguan tentang ketulusan pemerintah atau kekhawatiran apakah pemerintah akan memulai kembali proses pengajuan RUU itu di dewan legislatif".
"Jadi, saya tegaskan di sini, tidak ada rencana seperti itu, RUU itu sudah mati," kata Lam dalam konferensi pers sebagaimana dilansir Reuters, Selasa (9/7/2019).
Meski begitu, dia menolak tuntutan demonstran agar dia mengundurkan diri, mengatakan bahwa pengunduran diri seorang Pimpinan Eksekutif tidak bisa dilakukan begitu saja dan bahwa dirinya masih memiliki keinginan untuk mengabdi dan melayani rakyat Hong Kong.