Menimbang Putusan Judex Juris Terhadap Upaya PK

Opini, Jurnalis
Selasa 23 Juli 2019 20:37 WIB
Pakar Hukum Universitas Al-Azhar, Suparji Ahmad (Foto: Ist)
Share :

Pantas saja Prof. Dr. Eddy O.S. Hiariej, SH, M.Hum., guru besar hukum pidana dari Universitas Gadjah Mada berpendapat bahwa telah terjadi “kekhilafan hakim yang nyata” dalam memutus perkara ini. Salah satu alasannya adalah karena pasal yang didakwakan tidak tepat. Selain itu, trading in influence tak bisa digunakan dalam kasus ini karena belum ada ketentuan dalam hukum pidana Indonesia yang mengatur tentang sanksi hukum terhadap pelaku perdagangan pengharuh.

Pada 19 Juli 2019 lalu situs hukumonline.com mengutip Hakim Nawawi Pamolango yang mengatakan, “Perkara saya, Luthfi Hasan Ishaaq itu masalah, terakhir saya tangani Irman Gusman itu menimbulkan masalah, malah sampai ada eksaminasi dari para pakar hukum menyatakan hakimnya goblok gitu, tapi mau diterima gimana, yang ada di kita kan semangat pemberantasan korupsi,” ujarnya.

Sebetulnya yang dimaksudkan oleh Hakim Nawawi adalah terbitnya buku MENYIBAK KEBENARAN, Eksaminasi Terhadap Putusan Perkara Irman Gusman yang berisi anotasi dan pendapat hukum dari belasan guru besar dan pakar hukum. Mereka menilai bahwa putusan perkara Irman Gusman itu bermasalah dalam banyak aspeknya. Buku ini telah terbit dua jilid yaitu jilid pertama yang berisi pendapat hukum dari 15 pakar dan jilid kedua berisi pendapat hukum dari 20 pakar.

Para pakar hukum itu mempersoalkan kasus ini mulai dari kejanggalan dalam menangkap Irman Gusman (sebab ia ditangkap dengan surat penangkapan atas nama orang lain), hingga proses pra-peradilan yang digugurkan di tengah jalan, lalu status gratifikasi yang kontroversial, hingga penggunaan delik perdagangan pengaruh yang sama sekali tidak memiliki dasar hukum pidana. Bahkan pemberlakuan hukuman tambahan yang dijatuhkan pada Irman Gusman, menurut para pakar itu, tidak tepat pula karena melanggar ketentuan dalam Pasal 38 KUHP.

Namun demikian, keberanian Hakim Nawawi dalam mengungkap penilaian para guru besar hukum terhadap putusan perkara yang ditanganinya itu merupakan preseden yang baik dan terpuji bahkan patut diberikan acungan jempol, sebab hakim pun perlu terus belajar dan memperlengkapi diri dengan pengetahuan ilmu hukum yang terus berkembang dan amat luas itu, meskipun ada asas yang mengatakan, putusan hakim harus dianggap benar.

Oleh karena kebenaran di pengadilan adalah kebenaran yang merupakan anggapan yang didasari pada keyakinan subyektif dari hakim, maka anggapan itu perlu diuji kebenarannya di tingkat yang lebih tinggi.

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya