Misteri Meninggalnya Paskibraka Tangsel, Ayahanda: Cukup Anak Saya Jadi Korban

Hambali, Jurnalis
Sabtu 03 Agustus 2019 19:31 WIB
Jenazah siswi paskibraka asal Tangsel, Aurel Qurrota Aini. (Foto: Hambali/Okezone)
Share :

TANGERANG SELATAN – Meninggalnya Aurel Qurrota Aini (16), anggota Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) Kota Tangerang Selatan (Tangsel), masih menyisakan misteri. Hingga kini belum ada yang mengetahui pasti kebenaran kabar tentang dugaan kekerasan fisik yang dialami Aurel.

Berdasarkan keterangan pihak keluarga, siswi kelas XI MIPA 3 SMA Islam Al Azhar BSD itu meninggal dunia secara mendadak. Aurel mengembuskan napas terakhir pada Kamis 1 Agustus 2019 pagi.

Baca juga: Paskibraka Asal Tangsel Meninggal Secara Mendadak, PPI Bantah Ada Kekerasan Fisik 

Siswi berparas ayu itu sedianya berangkat latihan paskibraka, namun terjatuh di rumahnya, Perumahan Taman Royal 2, Cipondoh, Kota Tangerang, Banten, hingga dinyatakan meninggal dunia di rumah sakit.

Pihak keluarga sendiri menyebutkan ada kejanggalan penyebab Aurel yang tiba-tiba terjatuh lemas. Dikatakan, beberapa waktu belakangan kondisi fisiknya tidak menentu akibat tempaan saat latihan. Kelelahan fisik serta tugas khusus dari seniornya diduga menimbulkan beban psikologis tersendiri.

Baca juga: Peringati HUT ke-74 RI, Kota Bogor Berselimut Umbul-Umbul Merah Putih 

"Kalau meninggal, yang pertama itu secara takdir Allah. Akan tetapi, kecapekan yang dia rasakan, hal-hal yang di luar sistem yang dilakukan itulah yang mungkin menyebabkan semakin dropnya kondisi fisik anak kami," terang Farid Abdurrahman (42), ayah Aurel, kepada Okezone, Sabtu (3/8/2019).

Ia melanjutkan, latihan fisik yang cukup berat tidak tepat diterapkan bagi seorang siswi sekolah. Terlebih, tugas paskibraka yang paling penting adalah kedisiplinan dan kekompakan dalam baris-berbaris. Sehingga, Farid menganggap hal yang berlebihan penerapan olah fisik yang memberatkan bagi siswi paskibraka.

Baca juga: 200 Penari Soreng asal Magelang Dapat Kehormatan Tampil di Istana Negara 

"Ada hal-hal yang berlebihan, dalam artian bahwa di luar pelatih resmi dari TNI maupun Polri, jadi ada beberapa oknum purna-paskibraka, senior-seniornya mantan paskibraka, yang memberikan tambahan-tambahan pekerjaan, seperti mengisi diari tiap hari, kemudian adanya push-up dengan tangan terkepal bagi wanita yang sebenarnya sudah enggak boleh dilakukan, squat jump. Hal-hal ini yang mungkin menambah pressure psikologis anak," jelasnya.

Lebih lanjut, pihak keluarga sendiri mengharapkan ada perubahan SOP dalam pelatihan calon paskibraka. Di antaranya adalah mengubah olah fisik yang ekstrem serta tugas-tugas lain. Dengan begitu, tidak ada lagi jatuhnya korban yang disebabkan beratnya beban fisik dan psikologis.

Baca juga: Sambut HUT Ke-74 RI, Jokowi : Kita Harus Pererat Persatuan dan Persaudaraan 

"Kami sudah klarifikasi dengan kepolisian. Harapan kami tidak ingin ada imbas lain, karena meninggalnya anak saya mengakibatkan sanksi hukum orang lain. Karena menurut saya, sudah cukup anak saya menjadi korban," tandasnya.

(Hantoro)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya