JAKARTA - Aksi protes terhadap kematian George Folyd terus merambat hingga ke luar Amerika Serikat (AS). Sejumlah negara di dunia ikut menyaksikan horor kerusuhan sipil selama lima hari di Amerika pasca kematian seorang laki-laki berkulit hitam ketika ditahan polisi. Tetapi mereka tidak terkejut.
Peristiwa-peristiwa terkait rasisme tidak lagi membuat sekutu terdekat Amerika itu kaget, meskipun banyak yang gelisah melihat meluasnya aksi demonstrasi dan kekerasan beberapa hari terakhir ini. Mobil-mobil yang dibakar dan polisi anti-huru-hara yang menghiasi halaman depan suratkabar di Amerika sepanjang hari Minggu (31/5/2020), membuat berita pandemi virus corona tidak lagi menjadi fokus perhatian.
George Floyd meninggal di Minneapolis pada Senin (25/5/2020) setelah seorang polisi kulit putih menekan lututnya pada leher Floyd. Ini merupakan peristiwa terbaru dalam serangkaian kekerasan terhadap warga kulit hitam oleh polisi di Amerika.
Derek Chauvin (44 tahun) didakwa melanggar pasal pembunuhan tingkat ketiga dan pembunuhan tidak terencana tingkat dua.
Baca juga: Tewaskan George Floyd, Mantan Petugas Kepolisian Minneapolis Digugat Cerai Istrinya
Ribuan warga berkumpul di pusat kota London hari Minggu menyampaikan dukungan bagi demonstran di Amerika. Mereka ikut meneriakkan kata “no justice, no peace!” atau “tidak ada keadilan, tidak ada perdamaian!” sambil melambai-lambaikan poster bertuliskan “berapa banyak lagi,” di Trafalgar Square.
Demonstran tidak mengindahkan aturan yang diberlakukan pemerintah Inggris untuk tidak berkumpul dalam kelompok besar karena pandemi corona. Polisi pun tidak menghentikan langkah mereka.