Jumeri mengatakan pembukaan sekolah tatap muka akan ada resiko-resiko yang mungkin terjadi yaitu adanya klaster baru di satuan pendidikan. Namun pihaknya sudah memberikan penegasan kepada semua Kepala Dinas kabupaten, kota dan provinsi.
Dinas Pendidikan harus memastikan bahwa pembukaan satuan pendidikan untuk melayani tatap muka peserta didik dilakukan berdasarkan wilayah sekolah tersebut berada di dalam zona kuning atau hijau, mendapat izin dari gugus tugas setempat, perizinan dari bupati/walikota/gubernur, dan sekolah tersebut harus mengisi daftar isian kesiapan sekolah membuka layanan tatap muka.
“Kami pastikan kepada Kepala Dinas bahwa Kepala Dinas tidak boleh sekedar mengeluarkan surat edaran, tetapi meminta kepada semua satuan pendidikan, mengajukan izin, kemudian, permohonan izin itu di validasi, di verifikasi ke lapangan memastikan bahwa satuan pendidikan itu siap melaksanakan layanan tatap muka dengan tetap menjalankan protokol kesehatan untuk melindungi seluruh peserta didik dan warga sekolah,” tegasnya.
Jumeri melanjutkan, pembukaan sekolah pun dilakukan secara bertahap, misalnya 36 peserta ddik dalam 1 kelas tidak masuk sekaligus dalam 1 hari, tetapi secara bergelombang. Jumlah jam belajarnya pun tidak sebanyak belajar normal, hanya 4 jam.
Menurut Jumeri, pembelajaran tatap muka ini memberikan relaksasi sekaligus penyegaran kepada peserta didik untuk bisa bertemu langsung dengan gurunya, serta ada interaksi antara guru dengan siswa.
Jumeri pun memastikan kantin-kantin tidak dibuka lebih dulu, sehingga tidak ada kerumunan dan anak-anak dihimbau membawa makan dari rumah.