“Kami juga memastikan kepada kepala dinas bahwa apabila ada peserta didik yang kesulitan transportasi, jika orangtua ada keterbatasan tidak bisa mengantar, maka disarankan anak-anak tetap menempuh pembelajaran jarak jauh,” ujarnya.
Jumeri melanjutkan, apabila orangtua yang belum punya kemantapan melepas anaknya sekolah tetap diizinkan untuk belajar dari rumah dan sekolah tetap akan melayani dengan pembelajaran jarak jauh. Ini bagian dari kemerdekaan dalam memilih pendidikan dan orangtua yang paling berwenang untuk memastikan putra-putinya diperbolehkan ke sekolah.
Ia menambahkan meski sekolah ada di zona kuning dan hijau, sedangkan peserta didik ini tinggal di zona merah, maka sebaiknya peserta didik tidak berangkat sekolah untuk tatap muka tapi tetap melanjutkan belajar dari rumah.
Bersumber dari data Kemendikbud, satuan pendidikan jenjang PAUD, SD, SMP, SMA, SMK, dan SLB yang sudah melapor dan melaksanakan pembelajaran tatap muka sebanyak 23.150 sekolah. Dari angka tersebut yang berada di zona kuning dan melakukan BDR sebanyak 6.238 sekolah, sedangkan yang melakukan pembelajaran tatap muka sebanyak 1.063 sekolah.
“Sekolah yang berada di zona hijau dan melakukan BDR sebanyak 7.002 dan yang melakukan pembelajaran tatap muka sebanyak 1.410 sekolah,” imbuh Jumeri.
Kewenangan penyelenggaraan pembelajaran tatap muka ada di tingkat daerah pun tetap mengacu pada protokol kesehatan untuk satuan pendidikan yang berada di zona hijau dan kuning. Jika satuan pendidikan terindikasi dalam kondisi tidak aman atau tingkat risiko daerah berubah, maka pemerintah daerah wajib menutup kembali satuan pendidikan.