JAKARTA – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) bersama dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dan Kementerian Agama (Kemenag) melakukan penyesuaian terhadap panduan penyelenggaraan pembelajaran pada tahun ajaran 2020/2021 dan tahun akademik 2020/2021 di masa pandemi Covid-19.
Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Menengah (Dirjen PAUD DASMEN) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jumeri menanggapi pemberitaan yang beredar mengenai tumbuhnya klaster baru di dunia pendidikan karena pembukaan pembelajaran di zona kuning.
Jumeri mengatakan ada kejadian pandemi atau di satuan pendidikan yang pertama di Papua, ada 289 peserta didik yang terpapar Covid-19.
“Jadi perlu kita luruskan bahwa kejadian di Papua ini akumulasi dari bulan Maret-Agustus dengan jumlah peserta didik atau anak 0-18 tahun yang terpapar Covid dalam kehidupan sehari-harinya, yaitu di lingkungannya dan bukan di satuan pendidikan atau sekolahnya. Jadi bukan karena pembukaan zona hijau atau kuning untuk melaksanakan KBM tatap muka,” ujar Jumeri dalam keterangannya kepada Okezone melalui daring, Kamis (13/8/2020).
Ia menambahkan, peristiwa lain yang terjadi di Balikapapan, ada 1 orang guru yang terpapar Covid-19 tertular dari tetangganya, karena dia sedang tidak melaksanakan kegiatan mengajar. Kemudian, di Pontianak, Gubernur Kalimantan Barat melakukan swab tes kepada bapak ibu guru dan random test pada siswa , hasilnya 14 siswa reaktif dan 8 ibu bapak guru dianyatakan reaktif Covid-19 itu dalam situasi pembukaan tatap muka, artinya sekolah belum bisa melakukan tatap muka.
“Pembukaan pembelajaran tatap muka di Pontianak ditunda, artinya kita jadi tahu ada daerah yang memastikan protokol kesehatan atau prosedur pembukaan proses pendidikan ditaati dengan baik, ini artinya suatu hal yang positif,” ungkap Jumeri.
Jumeri mengatakan pembukaan sekolah tatap muka akan ada resiko-resiko yang mungkin terjadi yaitu adanya klaster baru di satuan pendidikan. Namun pihaknya sudah memberikan penegasan kepada semua Kepala Dinas kabupaten, kota dan provinsi.
Dinas Pendidikan harus memastikan bahwa pembukaan satuan pendidikan untuk melayani tatap muka peserta didik dilakukan berdasarkan wilayah sekolah tersebut berada di dalam zona kuning atau hijau, mendapat izin dari gugus tugas setempat, perizinan dari bupati/walikota/gubernur, dan sekolah tersebut harus mengisi daftar isian kesiapan sekolah membuka layanan tatap muka.
“Kami pastikan kepada Kepala Dinas bahwa Kepala Dinas tidak boleh sekedar mengeluarkan surat edaran, tetapi meminta kepada semua satuan pendidikan, mengajukan izin, kemudian, permohonan izin itu di validasi, di verifikasi ke lapangan memastikan bahwa satuan pendidikan itu siap melaksanakan layanan tatap muka dengan tetap menjalankan protokol kesehatan untuk melindungi seluruh peserta didik dan warga sekolah,” tegasnya.
Jumeri melanjutkan, pembukaan sekolah pun dilakukan secara bertahap, misalnya 36 peserta ddik dalam 1 kelas tidak masuk sekaligus dalam 1 hari, tetapi secara bergelombang. Jumlah jam belajarnya pun tidak sebanyak belajar normal, hanya 4 jam.
Menurut Jumeri, pembelajaran tatap muka ini memberikan relaksasi sekaligus penyegaran kepada peserta didik untuk bisa bertemu langsung dengan gurunya, serta ada interaksi antara guru dengan siswa.
Jumeri pun memastikan kantin-kantin tidak dibuka lebih dulu, sehingga tidak ada kerumunan dan anak-anak dihimbau membawa makan dari rumah.
“Kami juga memastikan kepada kepala dinas bahwa apabila ada peserta didik yang kesulitan transportasi, jika orangtua ada keterbatasan tidak bisa mengantar, maka disarankan anak-anak tetap menempuh pembelajaran jarak jauh,” ujarnya.
Jumeri melanjutkan, apabila orangtua yang belum punya kemantapan melepas anaknya sekolah tetap diizinkan untuk belajar dari rumah dan sekolah tetap akan melayani dengan pembelajaran jarak jauh. Ini bagian dari kemerdekaan dalam memilih pendidikan dan orangtua yang paling berwenang untuk memastikan putra-putinya diperbolehkan ke sekolah.
Ia menambahkan meski sekolah ada di zona kuning dan hijau, sedangkan peserta didik ini tinggal di zona merah, maka sebaiknya peserta didik tidak berangkat sekolah untuk tatap muka tapi tetap melanjutkan belajar dari rumah.
Bersumber dari data Kemendikbud, satuan pendidikan jenjang PAUD, SD, SMP, SMA, SMK, dan SLB yang sudah melapor dan melaksanakan pembelajaran tatap muka sebanyak 23.150 sekolah. Dari angka tersebut yang berada di zona kuning dan melakukan BDR sebanyak 6.238 sekolah, sedangkan yang melakukan pembelajaran tatap muka sebanyak 1.063 sekolah.
“Sekolah yang berada di zona hijau dan melakukan BDR sebanyak 7.002 dan yang melakukan pembelajaran tatap muka sebanyak 1.410 sekolah,” imbuh Jumeri.
Kewenangan penyelenggaraan pembelajaran tatap muka ada di tingkat daerah pun tetap mengacu pada protokol kesehatan untuk satuan pendidikan yang berada di zona hijau dan kuning. Jika satuan pendidikan terindikasi dalam kondisi tidak aman atau tingkat risiko daerah berubah, maka pemerintah daerah wajib menutup kembali satuan pendidikan.
“Implementasi dan evaluasi pembelajaran tatap muka adalah tanggung jawab pemerintah daerah yang didukung oleh pemerintah pusat,” tegas Jumeri.
Adanya pembagian kewenangan pusat dan daerah menegaskan bahwa pendidikan adalah urusan konkuren, dan Kemendikbud berkomitmen melakukan pendampingan kepada dinas pendidikan.
Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan Provinsi atau Kabupaten/Kota, bersama dengan Kepala Satuan Pendidikan wajib berkoordinasi secara kontinu dengan satuan tugas percepatan penanganan COVID-19 guna memantau tingkat risiko Covid-19 di daerah.
“Sekolah pun tidak melakukan pembukaan serentak dan mereka tetap memperhatikan pada ketentuan SKP 4 Menteri ini yaitu mengajukan izin kepada dinas pendidikan setempat dan dinas pendidikan memverifikasi untuk memastikan sekolah tersebut siap atau tidak menggelar pembelajaran tatap muka. Ini upaya pemerintah agar pendidikan anak tetap terpenuhi dan kesehatan tetap terjaga,” pungkas Jumeri.
CM
(Yaomi Suhayatmi)