Jepang Diperintahkan Bayar Rp1,3 Miliar untuk 12 Wanita Korsel yang Dijadikan Budak Seks saat Perang Dunia II

Susi Susanti, Jurnalis
Sabtu 09 Januari 2021 15:09 WIB
Foto: EPA
Share :

JEPANG - Jepang diperintahkan untuk membayar USD90.000 (Rp1,3 miliar) kepada masing-masing 12 wanita Korea Selatan (Korsel) yang dijadikan budak seks selama Perang Dunia (PD) II.

Pengadilan Korea Selatan (Korsel) memerintahkan Jepang untuk memberikan kompensasi finansial kepada para wanita yang dipaksa bekerja sebagai budak seks untuk pasukan Jepang.

Pengadilan Distrik Pusat Seoul memerintahkan pemerintah Jepang untuk memberikan ganti rugi itu kepada 12 wanita lanjut usia (lansia) yang mengajukan tuntutan hukum pada 2013 atas perbudakan seksual di masa perang.

Sebelumnya, sekitar 240 wanita Korsel maju dan mendaftar ke pemerintah sebagai korban perbudakan seksual. Namun hanya 16 dari mereka, semuanya berusia 80-an dan 90-an, yang masih hidup.

Tujuh dari 12 wanita meninggal dunia saat menunggu putusan. Proses persidangan dalam kasus ini ditunda karena Jepang menolak untuk menerima dokumen resmi.

(Baca juga: Sudah "Dimakamkan" Empat Hari, Pria Ini Bangkit Hidup Lagi)

20 wanita lainnya, beberapa sudah meninggal dan diwakili oleh kerabat mereka yang masih hidup, mengajukan gugatan terpisah terhadap Jepang, dan keputusan itu diharapkan diketuk palu pada minggu depan.

Dikutip Daily Mail, para wanita itu termasuk di antara puluhan ribu wanita di seluruh Asia dan Pasifik yang dikirim ke rumah bordil militer Jepang di garis depan.

(Baca juga: Saudara Kembar Ini Menikah dan Miliki Satu Anak)

Dikenal sebagai “wanita penghibur”, mereka diperkosa dan diserang secara kasar hingga 50 tentara Jepang sehari selama PD II. Kemudian mereka akan ditinggalkan dengan penyakit kelamin, kehamilan yang tidak diinginkan, dan luka mental yang dalam seumur hidup mereka.

Pengadilan mengatakan mobilisasi Jepang terhadap para wanita yang dijadikan budak seksual ini adalah kejahatan terhadap kemanusiaan.

Terkait hal ini, Jepang segera memprotes keputusan tersebut, dengan mempertahankan a semua masalah kompensasi masa perang diselesaikan berdasarkan perjanjian 1965 yang memulihkan hubungan diplomatik mereka.

Masalah ini dilaporkan terjadi ketika Jepang secara ilegal “menduduki” Semenanjung Korea dari 1910-1945, dan kekebalan kedaulatannya tidak dapat melindunginya dari tuntutan hukum di Korsel.

Melalui pernyataan Kementerian Luar Negeri Jepang mengatakan Wakil Menteri Luar Negeri Takeo Akiba telah memanggil Duta Besar Korsel Nam Gwan-pyo untuk mendaftarkan protes Tokyo atas keputusan tersebut.

Kepala Sekretaris Kabinet Katsunobu Kato juga menyebut keputusan itu sangat disesalkan, dan mengatakan pemerintah Jepang tidak dapat menerima ini dengan cara apa pun.

Sementara itu, para pengamat mengatakan Jepang tidak mungkin mematuhi putusan pengadilan Korsel. Sebuah kelompok pendukung untuk perempuan yang dipaksa bekerja sebagai budak seks mengatakan mungkin akan mengambil langkah hukum untuk menyita aset pemerintah Jepang di Korsel jika Jepang menolak memberikan kompensasi kepada para korban.

Kementerian Luar Negeri Korsel mengatakan mereka menghormati keputusan tersebut dan akan berusaha untuk memulihkan martabat perempuan.

Mereka akan memeriksa kemungkinan efek putusan pada hubungan dengan Jepang dan melakukan upaya untuk mempertahankan kerja sama berorientasi masa depan dengan Tokyo.

Keputusan pengadilan ini dinilai akan menghidupkan kembali permusuhan antara sesama tetangga Asia itu.

Diketahui, Seoul dan Tokyo, keduanya tercatat sebagai sekutu utama Amerika Serikat (AS), terkait erat satu sama lain secara ekonomi dan budaya. Tetapi perselisihan sejarah dan teritorial yang berasal dari pendudukan kolonial Jepang sering mempersulit upaya Washington untuk memperkuat kerja sama trilateral untuk menangani ancaman nuklir Korea Utara dan pengaruh China yang semakin besar di wilayah tersebut.

(Susi Susanti)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya