Ia mengatakan, jika alih fungsi lahan ini terjadi di sekitar Daerah Aliran Sungai (DAS) akan menimbulkan erosi, longsor dan berkurangnya tutupan lahan yang akan berdampak terhadap biodiversitas (keragaman hayati) kawasan hijau tersebut.
Selain tekanan ekologi akibat berkurangnya daerah resapan, kata dia, Kota Semarang juga tengah mengalami penurunan muka tanah hingga mencapai 15 cm per tahun. Bahkan, studi tahun 2007 telah memprediksi di tahun 2020, muka tanah di sebagian wilayah kota Semarang 1,5-2 meter di bawah permukaan laut.
Namun demikian, beberapa strategi pembangunan fisik, seperti pembangunan Waduk Jatibarang, pompanisasi di Kawasan langganan banjir serta pembangunan sabuk laut Semarang-Demak perlu diapresiasi oleh semua pihak dalam rangka mengurangi bencana banjir dan rob di Kota Semarang.
“Akan tetapi program fisik tersebut perlu disertai program-program ekologis untuk mengawalnya disertai penyadaran masyarakat kota akan pentingnya keseimbangan ekologi,” ujarnya.
Munasik mencontohkan, seperti kegiatan padat karya reboisasi lahan atas oleh masyarakat, rehabilitasi pesisir dan garis pantai Kota Semarang dengan penanaman mangrove dan vegetasi pantai. Di samping itu, Pemerintah Kota Semarang juga meningkatkan fungsi pengendalian alih fungsi lahan baik melalui pengetatan izin pemanfaatan lahan kota atas serta evaluasi RTRW Kota Semarang secara periodik.
Menurut dia, penanganan banjir harus menjadi prioritas pembangunan Kota Semarang ke depan, karena bencana banjir ini tidak hanya berakibat terhadap keselamatan jiwa warga, terganggunya pelayanan publik dan aktivitas ekonomi di daratan, tetapi juga berdampak terhadap sumber daya pesisir dan laut.
Pasalnya, air limpasan banjir berupa air tawar, keruh mengandung sedimen dan bahan pencemar akan mengganggu keseimbangan kehidupan pesisir dan laut. “Jika hal ini terjadi terus menerus akan merusak ekologi pesisir dan laut secara permanen yang ditandai dengan pantai yang keruh, perairan pantai semakin tawar,” ujarnya.
Akibatnya ikan dan biota bentik akan mati atau berenang menuju kelaut lepas. Sehingga bencana hidrometeorologi ini akan mengurangi produktivitas perikanan perairan laut Kota Semarang. “Mari berupaya untuk tertib di darat untuk keberlanjutan di laut,” katanya.
Seperti diberitakan, banjir menerjang Kota Semarang dengan ketinggian bervariasi 30 cm hingga mencapai 150 cm. Banjir menggenangi beberapa lokasi strategis dan vital di Kota Semarang. Di antaranya Jalan Raya Kaligawe dan Jalan Raya Mangkang merupakan pintu masuk Kota Semarang dari arah Jakarta maupun Surabaya. Banjir juga merendam stasiun Tawang, landasan pacu bandara Ahmad Yani, rumah sakit, SPBU dan sejumlah kantor sehingga melumpuhkan transportasi dan layanan publik di Kota Semarang.
(Arief Setyadi )