KAWASAN kota lama, Mangga Dua ketika jaman Hindia Belanda menyisakan cerita kelam. Saat bernama Batavia, di wilayah itu pernah merajalela sebagai lokalisasi PSK (Pekerja Seks Komersial).
Orang Betawi menyebutnya dengan cabo yang merupakan adaptasi dari bahasa Tionghoa caibo dan moler berasal dari bahasa Portugis. Lokasi konsentrasi pelacur pertama di Batavia adalah Macao Po yang berdekatan dengan hotel-hotel di depan Stasion Beos (Jakarta Kota ).
BACA JUGA: Hikayat Asal Mula Nama Jakarta
"Istilah Macao karena PSK didatangkan dari Macao oleh jaringan germo Portugis dan Cina. Mereka untuk menghibur warga Belanda di Binnestadt (sekitar Kota Intan di terminal angkutan umum Jakarta Kota sekarang). Pada abad ke-17 para taipan atau orang berduit keturunan Cina juga mencari hiburan di Macao Po," ungkap Ridwan Saidi, budayawan Betawi.
Di dekat Macao Po, sekitar Glodok terdapat pelacuran kelas rendah bernama Gang Mangga. Diduga jalan Mangga Dua yang sekarang adalah gang Mangga. Bekas-bekas banguan rumah bordil masih tersisa beberapa buah.. Di perkampungan di belakang gereja Sion, masih terdapat beberapa rumah bekas rumah bordil.
Saat itu nama gang Mangga popular, jika kena penyakit kelamin disebut 'sakit mangga'. Kemudian dikenal dengan sebutan raja singa atau sipilis. Di abad ke-19, sipilis termasuk penyakit yang sulit disembuhkan karena belum ditemukan antibiotik.
BACA JUGA: Melihat Lebih Dekat Kampung China di Jakarta
Kompleks pelacuran gang Mangga ini kemudian tersaingi oleh rumah-rumah bordil yang didirikan orang Tionghoa yang disebut soehian. Kompleks pelacuran macam ini kemudian menyebar ke seluruh Batavia.
"Karena sering terjadi keributan, pada awal abad ke-20 soehian ditutup. Tapi kata soehian tidak pernah hilang dalam dialek Betawi untuk menunjukkan kata sial. Dasar suwean (sialan),"ucapnya.