BANGKOK - Para pengunjuk rasa di Myanmar khawatir mereka dilacak dengan kecerdasan buatan (AI) berupa teknologi pengenalan wajah China, karena kekerasan yang meningkat dan pengawasan jalanan memicu kekhawatiran "kediktatoran digital" untuk menggantikan pemimpin yang digulingkan Aung San Suu Kyi.
Kelompok hak asasi manusia (HAM) mengatakan penggunaan AI uuntuk memeriksa pergerakan warga negara menimbulkan "ancaman serius" bagi kebebasan mereka.
Human Rights Watch telah menyatakan "keprihatinan yang meningkat" atas kamera yang dipersenjatai dengan teknologi AI yang dapat memindai wajah dan pelat nomor kendaraan di tempat umum, dan memperingatkan pihak berwenang tentang mereka yang ada dalam daftar orang yang dicari.
"Bahkan sebelum protes, CCTV menjadi perhatian kami, jadi kami akan mencoba dan menghindarinya - dengan mengambil rute berbeda untuk pulang, misalnya," kata Win Pe Myaing, seorang pengunjuk rasa di Yangon, kepada Thomson Reuters Foundation.
"Kami yakin polisi dan militer menggunakan sistem untuk melacak demonstrasi dan protes. Ini seperti kediktatoran digital - rezim menggunakan teknologi untuk melacak dan menangkap warga, dan itu berbahaya," terangnya.
(Baca juga: Hotel Boneka Seks Ditutup Polisi, Pelanggan Masih di Dalam)
Seorang peneliti di Human Rights Watch, Manny Maung mengatakan kemampuan pihak berwenang untuk mengidentifikasi orang-orang di jalanan, berpotensi melacak pergerakan dan hubungan mereka, serta mengganggu kehidupan pribadi menimbulkan risiko besar bagi aktivis anti-kudeta.
"Itu juga dapat digunakan untuk memilih individu dengan cara yang diskriminatif atau sewenang-wenang, termasuk untuk etnis atau agama mereka," ungkapnya dalam sebuah pernyataan.
Aktivis muda itu telah membuat aplikasi pemetaan seluler untuk memperingatkan pengunjuk rasa tentang kehadiran polisi dan militer di jalanan. Peta bersumber kerumunan juga menunjukkan lokasi meriam air, penghalang jalan, dan ambulans.
Aktivis sekaligus pendiri Jaringan Asean Alternatif di Myanmar, Debbie Stothard mengatakan meskipun tidak ada penangkapan yang dapat dikaitkan dengan teknologi pengenalan wajah karena kurangnya transparansi, beberapa warga menutupi kamera.
"Ada kekhawatiran yang sangat serius tentang bagaimana junta militer menggunakan teknologi digital," terangnya.
"Jika mereka belum menggunakannya untuk menargetkan pengunjuk rasa dan lainnya, itu tidak bisa dihindari - dan dalam waktu dekat," lanjutnya.
Myanmar Now melaporkan sebagian besar peralatan yang digunakan di Safe City, sebuah proyek untuk mengekang kejahatan di kota-kota besar, berasal dari perusahaan teknologi China Huawei.
Huawei tidak menanggapi permintaan komentar.
Huawei mengatakan kepada Human Rights Watch bahwa mereka menyediakan "peralatan infrastruktur TIK standar" - teknologi informasi dan komunikasi, dan bahwa teknologi pengenalan wajah dan pelat nomor pada kamera itu bukan dari Huawei.
“Ada banyak vendor, dan Huawei tidak terlibat dalam operasi aktual dan penyimpanan atau pemrosesan data,” ujarnya.
Sementara itu, otoritas Myanmar tidak dapat dihubungi untuk dimintai komentar.
Di Myanmar, bagian dari undang-undang yang melindungi privasi dan keamanan warga negara telah ditangguhkan, dan tidak ada pedoman hukum untuk pengumpulan, penggunaan, dan penyimpanan data pribadi.
Teknologi pengawasan buatan China yang ditempatkan di lokasi dari Inggris hingga Vietnam telah menimbulkan kekhawatiran tentang privasi dan potensi penyalahgunaan dan diskriminasi.
Perusahaan teknologi China semakin diawasi karena penggunaan alat untuk mendeteksi, melacak, dan memantau minoritas Uighur di wilayah Xinjiang. Para aktivis dan pakar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan setidaknya satu juta Muslim Uighur ditahan di kamp-kamp.
China menyangkal pelanggaran dan mengatakan kamp-kampnya menyediakan pelatihan kejuruan dan diperlukan untuk melawan ekstremisme.
Diketahui, lebih dari 200 orang tewas dalam aksi demonstrasi anti-kudeta militer, sejak pemimpin Suu Kyi digulingkan dalam kudeta 1 Februari lalu.
Pasukan keamanan disiagakan di kota-kota termasuk ibu kota Naypyitaw, Yangon dan Mandalay. Ratusan kamera CCTV telah dipasang sebagai bagian dari upaya untuk meningkatkan keamanan pemerintahan dan mengekang kejahatan.
(Susi Susanti)