SAWITO Kartowibowo yang dituduh melakukan tindak subversi, makar, hendak merongrong kekuasan Soeharto, berdalih hanya ingin menyelamatkan bangsa dan negara. Pancasila dan UUD 1945 harus kembali ditegakkan. Saat itu jelang akhir tahun 70-an.
Nilai Pancasila di mata Sawito semakin terpinggirkan. Kemakmuran memang berkembang di tangan rezim Soeharto, ekonomi Indonesia tumbuh. Setidaknya tumbuh lebih baik dibanding orde lama. Namun keadilan tidak ikut menyertai.
Baca juga; Kisah 3 Jenderal Bintang Lima Indonesia: Nasution, Soedirman dan Soeharto
Keruwetan-keruwetan di masyarakat terjadi di mana-mana. Tepat 6 Oktober 1977. Di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Sawito didudukkan di atas kursi pesakitan. Pegawai Negeri Sipil (PNS) Departemen Pertanian itu, diadili. Namun ia tidak diam.
Di depan Ketua Majelis Hakim H Muhammad Sumadiyono SH dan JPU Mapigau SH, Sawito menyangkal semua dakwaan.
"Tuduhan melakukan subversipun omong kosong belaka. Tidak ada stagnasi ekonomi dalam bentuk apapun yang saya lakukan," kata Sawito dalam eksepsinya.
Baca juga: Pidato Terakhir Presiden Soeharto 21 Mei 1998
Sawito ditangkap usai menerbitkan petisi "Menuju ke Keselamatan" yang berisi lima dokumen pernyataan. Salah satu yang menggegerkan adalah pernyataan "Mundur Untuk Maju Lebih Sempurna". Isinya mendesak Presiden Soeharto meletakkan jabatan.
Soeharto dianggap gagal total menjalankan pemerintahan. Presiden kedua RI itu diminta melimpahkan kedudukan dan tugasnya kepada Mohammad Hatta. Dalam dokumen pernyataan "Pemberian Maaf Kepada Bung Karno", Soeharto juga diminta meminta maaf kepada Bung Karno.