Tak lama setelah serangan udara, Sally Buzbee, editor eksekutif AP, mengatakan telah memiliki kantor di gedung itu selama 15 tahun dan tidak pernah memiliki indikasi bahwa Hamas mungkin ada di sana.
Sedangkan Al Jazeera yang berbasis di Qatar mengecam keras serangan itu dan mengatakan akan melakukan semua yang bisa dilakukan untuk "menuntut pemerintah Israel bertanggung jawab atas tindakannya".
Media ini mengutuk apa yang disebutnya "tindakan yang jelas untuk menghentikan jurnalis melakukan tugas suci mereka untuk menginformasikan dunia dan melaporkan peristiwa di lapangan".
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken termasuk di antara mereka yang meminta penjelasan.
Israel memberikan peringatan satu jam sebelumnya tentang serangan udara di blok 12 lantai, yang memungkinkan evakuasi.
Gencatan senjata pun dilakukan dan Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) PBB telah memilih untuk menyelidiki kekerasan itu, sebuah langkah yang disambut baik oleh Palestina.
Namun Israel mengatakan langkah itu menunjukkan "obsesi anti-Israel" dan AS mengatakan itu akan membahayakan kemajuan dalam membawa ketenangan ke kawasan itu.
Sementara itu, Hamas, kelompok militan Palestina yang menguasai Gaza, belum memberikan komentar atas klaim Israel.
Konflik baru-baru ini dimulai setelah berminggu-minggu meningkatnya ketegangan Israel-Palestina di Yerusalem Timur yang diduduki yang memuncak dalam bentrokan di tempat suci yang dihormati oleh Muslim dan Yahudi.
Hamas mulai menembakkan roket ke Israel setelah memperingatkannya untuk menarik diri dari situs tersebut, memicu serangan udara pembalasan dari Israel ke sasaran Gaza.
Menurut PBB, pertempuran selama sebelas hari menyebabkan 256 orang tewas di Gaza, 13 orang tewas di Israel, sebelum gencatan senjata disepakati pada 21 Mei lalu.
PBB mengatakan setidaknya 128 dari mereka yang tewas di Gaza adalah warga sipil. Militer Israel mengatakan 200 adalah militan.
Pemimpin Hamas di Gaza, Yahya Sinwar, menyebutkan jumlah pejuang yang tewas mencapai 80 orang.
(Susi Susanti)