Karena itu, pemohon mengajukan batu uji permohonan menggunakan Pasal 1 Ayat 3, Pasal 27 Ayat 1, Pasal 28C Ayat 2, Pasal 28D Ayat 1, Pasal 28D Ayat 3, Pasal 28G Ayat 1, Pasal 28H Ayat 2, Pasal 28I Ayat 2, 28J Ayat 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Fauzi mengatakan bahwa sebenarnya pengujian atas norma putusan DKPP yang final dan mengikat sudah pernah dilakukan uji materi sebagaimana putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 31/PUU-XI/2013 tertanggal 3 April 2014. Dalam putusan a quo, MK menyatakan bahwa sifat final dan mengikat atas putusan DKPP tidak sama dengan lembaga peradilan, tetapi harus dimaknai final dan mengikat bagi Presiden, KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, dan Bawaslu.
Selain itu para pemohon juga menyampaikan adanya norma hukum baru yaitu diundangkannya UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan pada tanggal 17 Oktober 2014. Norma hukum baru itu berupa adanya frasa final dalam arti luas atas keputusan Tata Usaha Negara sebagaimana diatur dalam Pasal 87 huruf d UU 30 Tahun 2014 yang diterjemahkan oleh Mahkamah Agung dalam SEMA Nomor 4 Tahun 2016 yang mendefinisikan final dalam arti luas sebagai keputusan yang sudah menimbulkan akibat hukum meskipun masih memerlukan persetujuan dari instansi atasan atau instansi lain.
Dikarenakan DKPP adalah organ tata usaha negara sebagaimana Putusan MKRI Nomor 115/PHPU.D-XII/2013, para Pemohon memohonkan agar frasa putusan DKPP dinyatakan konstitusional bersyarat sepanjang dimaknai sebagai sebuah keputusan.
"Selain itu, dalam petitumnya, para pemohon juga meminta agar sifat final dan mengikat putusan DKPP dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 sehingga tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat," pungkasnya.
(Angkasa Yudhistira)