Kisah Penerjemah Medis Bahasa Indonesia di AS, Jelaskan Masuk Angin, Kerokan, hingga Bantu Pasien Covid-19

Agregasi VOA, Jurnalis
Jum'at 09 Juli 2021 07:53 WIB
Penerjemah medis Bahasa Indonesia di AS (Foto: dok Sandra Kosasih)
Share :

Natalia Indrasari Try Sutrisno yang berprofesi sebagai terapis keluarga dan pernikahan di Iowa, AS mengatakan, jika dihadapkan pada situasi seperti itu, tenaga kesehatan di Amerika Serikat wajib menawarkan bantuan penerjemah medis secara gratis, khususnya jika bahasa Inggris bukan bahasa ibu pasien.

“Kalau mereka bilang bahasa inggris itu bahasa keduanya mereka, kita wajib, sebagai provider, untuk memberikan bantuan dengan menghubungkan mereka dengan jasa medical interpreter,” jelas perempuan yang juga adalah penyuluh penyalahgunaan narkoba ini.

“Kalau misalnya pasiennya PD (percaya diri) aja dengan kemampuan berbahasa inggrisnya mereka ketika mereka dapetin medical service di sini ya gak apa-apa juga sih. Tapi ada risiko dimana kita salah ngerti gitu,” tambahnya.

Data terakhir yang dikeluarkan oleh Migration Policy Institute, lembaga riset yang berupaya meningkatkan kebijakan imigrasi di Amerika Serikat menyatakan 9 persen dari total populasi Amerika atau sekitar 25,2 juta penduduk memiliki keterbatasan kemampuan berbahasa Inggris. Banyak dari mereka yang mengalami kesulitan dalam berkomunikasi, khususnya untuk hal-hal yang berhubungan dengan kesehatan.

Situs Agency for Healthcare Research and Quality, lembaga riset di bawah Departemen Kesehatan & Layanan Kemanusiaan Amerika mengatakan, masalah dalam berkomunikasi yang dialami oleh pasien dengan kemampuan bahasa Inggris terbatas, seringkali menyebabkan efek samping atau bahkan hal yang serius.

Harcandiana Roebiantho di Washington, D.C. pernah mendapatkan layanan jasa penerjemah medis, yang membantunya saat menjalani wawancara mengenai kondisi kesehatannya dengan instansi pemerintah.

“Saya memakai jasa penerjemah medis pada waktu itu saya sakit dan saya tidak bisa kerja full time sehingga pemerintah menawarkan asuransi untuk meng-cover biaya rumah sakit saya, sehingga pada saat ada interview dari government, saya memerlukan penerjemah supaya saya tidak salah dalam menjawab juga menerangkan istilah-istilah medis pada saat itu,” ujarnya kepada VOA.

  • Pendidikan khusus bagi penerjemah medis

Untuk menjadi penerjemah medis di AS, Anda harus menempuh pendidikan khusus hingga memperoleh sertifikat resmi.

“Waktu aku dulu ambil programnya itu memang, pelajarannya kan juga tentang medical terminology, kosakata bahasa medis, hari ini kita belajar tentang kardiologi, besok tentang pediatric, tentang kanker, jadi memang bahasa Inggris-nya, tapi nanti setiap interpreter bikin glossary sendiri, bikin rangkuman sendiri, bahasanya mereka apa gitu, jadi aku punya rangkuman tuh banyak,” jelas Sandra.

Mengingat bahasa Indonesia termasuk ke dalam kategori bahasa eksotis atau tidak umum dipakai di Amerika, seperti halnya bahasa Mandarin, Korea, dan Arab, pada waktu itu Sandra tidak perlu mengikuti ujian lisan.

“Ujiannya itu cuman ujian tertulis, jadi Inggris ke Inggris aja. Cuman pemahaman cara menjadi interpreter itu bagaimana dan kosakata medisnya saja gitu ujiannya,” jelas perempuan lulusan S1 insinyur biomedis universitas Southern California di Los Angeles, California ini.

Walau menjadi penerjemah bahasa yang tidak umum dipakai, Sandra tidak berkecil hati. Ia mengaku sering bertemu dengan sesama warga Indonesia di California yang kurang fasih berbahasa Inggris. Tujuannya hanyalah ingin membantu sesama dan mendatangkan kelegaan di hati pasien.

“Meskipun fasih, sehari-hari berbicara casual gitu, bisa. Mereka kerja apa bisa bahasa Inggris, tapi kalau untuk ke dokter, kata-kata medis itu kan beda sekali,” ujarnya.

Para pasien dengan keterbatasan bahasa kerap membawa sanak saudara atau teman untuk mendampingi mereka ke dokter untuk membantu sebagai penerjemah, yang menurut Sandra sebenarnya tidak diperbolehkan oleh kebanyakan instansi kesehatan di Amerika.

“Jadi mungkin ke dokter sendiri dan mereka mungkin tidak mengerti 100 persen. Jadi kan kasian ya, akibatnya mungkin bisa fatal atau gimana. Atau ada yang mau dibicarakan tapi mereka malu atau enggak bisa, jadi enggak diungkapkan. Jadi aku mikir pasti aku diperlukan. Jadi aku percaya diri aja,” jelasnya.

Terkadang Sandra kerap menerima panggilan dari pasien asal Malaysia. Walau bahasanya satu rumpun, Sandra harus menjelaskan bahwa ini adalah bahasa yang berbeda.

“Kata (pasiennya) enggak (apa-apa) pakai Indonesian, karena enggak ada yang Malaysian available. Kamu mau nggak? Wah, itu aku harus jelaskan ke dokternya dulu,” cerita Sandra.

Halaman:
Lihat Semua
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya