MBABANE – Banyak wanita usia lanjut di Eswatini, dulu dikenal sebagai Swaziland, tidak bisa bersantai menikmati masa tua mereka, dan harus bekerja dalam bisnis yang asing bagi mereka, salah satunya perdagangan narkoba. Ini dikarenakan mereka harus merawat cucu-cucu mereka yang telah menjadi yatim piatu akibat epidemi HIV lokal, yang masih melanda negara kerajaan itu.
Dilaporkan The Guardian, para nenek ini menanam ganja, atau yang secara lokal disebut sebagai “emas Swazi”, karena itu adalah satu-satunya cara mereka mencari nafkah untuk diri mereka sendiri dan cucu-cucu mereka yang kehilangan orang tua mereka karena epidemi HIV lokal.
BACA JUGA: Raja Swaziland Ganti Nama Negaranya Menjadi Kerajaan Eswatini
Menurut Manguya, (59 tahun), seorang nenek yang diwawancarai Guardian, kebanyakan dari mereka tidak punya banyak pilihan dalam situasi tersebut.
“Saya sudah 11 tahun di bisnis ganja ini. Kemiskinan membawa saya ke bisnis ini. Tidak ada pekerjaan. Anak-anak ini harus sekolah tapi tidak ada bantuan sama sekali dari pemerintah. Saya harus melakukan kejahatan, bertani ganja, untuk memastikan saya merawat mereka", kata Manguya.
BACA JUGA: Rakyat Kelaparan, Raja Eswatini Dituduh Belikan Lusinan Mobil Mewah untuk 14 Istrinya
Dia adalah salah satu dari 23,7% wanita lokal yang tetap menganggur di Eswatini, negara dengan kesulitan ekonomi yang parah. Beberapa dari wanita tua ini memilih melakoni bisnis gelap lainnya untuk bertahan hidup, dari menyelundupkan alkohol hingga menjadi pekerja seks.
Manguya membesarkan tujuh anak sendirian, yang seperti 150.000 lainnya, menjadi yatim piatu setelah HIV merenggut nyawa orang tua mereka. Dan pekerjaan sebagai petani ganja bukan hal yang mudah dilakukan.
Para petani ganja lokal menjual produk mereka jauh lebih murah dari harga ganja di jalanan, sekira 10 rand atau sekira Rp9.800 per gram. Kadang-kadang klien mereka, yang sebagian besar tinggal di Afrika Selatan menolak membeli dengan harga itu, memaksa para penjual ganja untuk memberikan harga yang lebih murah atau mencari klien baru.
Para nenek pengedar narkoba ini juga menghadapi risiko lain. Mereka bisa dirampok oleh pengedar narkoba Afrika Selatan atau menjadi sasaran otoritas Eswatini. Meski beberapa polisi mungkin menerima suap, yang lain menyita hasil panen mereka saat para wanita tua itu kembali dari "kebun Eden", sepetak tanah tersembunyi di hutan pegunungan yang digunakan untuk menanam ganja, demikian dilaporkan The Guardian.
Alasan mengapa begitu banyak perempuan harus menggunakan pembuatan narkoba dan perdagangan ilegal di Eswatini adalah karena ekonomi negara yang stagnan. Menurut data terakhir, 24% penduduk menganggur dan lebih dari setengahnya menderita kemiskinan.
Meski Eswatini telah berhasil menarik beberapa investasi asing, termasuk dalam pertumbuhan legal ganja medis, negara itu belum mampu mengembangkan dan mendiversifikasi produksi domestik dan ekonominya.
(Rahman Asmardika)