Uji Emisi Demi Kualitas Udara Jakarta yang Lebih Baik

Opini, Jurnalis
Selasa 09 November 2021 10:28 WIB
Pengamat Transportasi. (Fotoi: Qusyaini Hasan)
Share :

BELAKANGAN ini wacana publik dihebohkan dengan kebijakan uji emisi yang akan diterapkan Pemprov DKI Jakarta. Pro dan kontrak menyeruak seiring dengan kebijakan ini. Pasalnya, ada tuntutan bagi para pemilik kendaraan baik sepeda motor maupun mobil untuk melakukan pengujian emisi gas buang. Hal tersebut diharapkan kendaraan yang beroperasi di DKI Jakarta dapat memenuhi ambang batas baku mutu emisi gas buang.

Sejatinya, uji emisi merupakan bagian dari pelaksanaan vonis gugatan warga negara tentang polusi udara di Jakarta. Kebijakan ini juga sebagai bagian pelaksanaan hasil amar putusan dari tuntutan citizen lawsuit, yaitu untuk menjatuhkan sanksi bagi pihak yang melanggar ketentuan emisi gas buang. Terutama untuk sumber emisi bergerak seperti kendaraan bermotor yang mencemari udara melebihi baku mutu dengan bukti tidak lulus uji emisi.

Hal ini sehubungan dengan terbitnya Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 66 Tahun 2020 tentang Uji Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor. Upaya ini dilakukan untuk meningkatkan kualitas udara di Jakarta melalui pengurangan emisi dari sektor transportasi.

Pemprov DKI Jakarta menggencarkan kebijakan ini setelah Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (16/9/2021) memenangkan gugatan warga dan memutus Presiden Joko Widodo sebagai tergugat I, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagai tergugat II, Menteri Dalam Negeri tergugat III, Menteri Kesehatan tergugat IV, dan Gubernur Anies Baswedan sebagai tergugat V melakukan perbuatan melawan hukum dalam hal polusi udara di wilayah Ibu Kota.

Hakim Ketua Saifuddin Zuhri menilai para tergugat telah lalai dalam memenuhi hak atas lingkungan hidup yang bersih dan sehat di wilayah Jakarta. “Menurut majelis telah cukup jika para tergugat terbukti telah lalai dalam hal pemenuhan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Para tergugat dinyatakan telah melakukan suatu perbuatan melawan hukum tanpa harus dinyatakan telah melanggar hak asasi manusia,” kata hakim.

Majelis hakim menghukum Jokowi untuk menetapkan baku mutu udara ambien nasional yang cukup untuk melindungi kesehatan manusia, lingkungan, dan ekosistem. Adapun Menteri LHK dihukum mensupervisi Gubernur Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Banten dalam menginventarisasi emisi lintas batas di wilayah masing-masing.

Baca juga: Muncul Wacana Sanksi Tilang, Jumlah Mobil Uji Emisi Melonjak Tajam

Sementara itu, Menteri Dalam Negeri diminta mengawasi dan membina Gubernur DKI Jakarta dalam mengendalikan pencemaran udara. “Sebagai dasar pertimbangan tergugat V dalam penyusunan strategi dan pengendalian pencemaran udara,” ujar majelis hakim.

Majelis hakim menghukum Anies Baswedan sebagai tergugat V untuk mengawasi ketaatan setiap orang terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengendalian pencemaran udara dan atau ketentuan dokumen lingkungan hidup.

Bentuknya adalah uji emisi berkala terhadap kendaraan tipe lama, melaporkan evaluasi penataan ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor lama, menyusun rekapitulasi sumber pencemar tidak bergerak yang kegiatan usahanya mengeluarkan emisi dan memiliki izin lingkungan dan pembuangan emisi dari Gubernur DKI Jakarta.

Selanjutnya adalah mengawasi ketaatan standar dan atau spesifikasi bahan bakar yang ditetapkan dan mengawasi ketaatan larangan membakar sampah di ruang terbuka. Anies juga diminta hakim untuk memberi sanksi kepada setiap orang yang melanggar aturan perundangan ihwal pengendalian pencemaran udara dan atau ketentuan dokumen lingkungan hidup.

Atas keputusan tersebut, Anies menerima dengan lapang dada dan menyatakan tidak akan mengajukan banding atas putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat ihwal gugatan polusi udara Jakarta. "Hari ini juga, PN Jakpus mengabulkan gugatan Koalisi Ibu Kota terkait polusi udara. Pemprov DKI Jakarta memutuskan TIDAK banding dan siap menjalankan putusan pengadilan demi udara Jakarta yang lebih baik," tulis Anies dalam akun Twitter-nya @aniesbaswedan, Rabu (16/9/2021).

Alasan utama DKI tidak mengajukan banding adalah Jakarta ingin memiliki udara yang berkualitas dan langit biru. Di sisi lain, ini merupakan komitmen bahwa Jakarta ingin memiliki langit biru dan udara yang baik, bersih, segar, dan bebas polusi.

Jika ditelisik, putusan pengadilan tersebut sebenarnya sudah selaras dengan upaya-upaya Pemprov DKI dalam menciptakan kualitas udara bersih di Jakarta. Menurut Anies, aspirasi warga dalam gugatan tersebut dan putusan pengadilan sudah sejalan dengan visi Pemprov DKI, yakni menyediakan udara bersih yang merupakan hak dasar bagi siapa pun yang tinggal di Ibu Kota.

Anies memahami dan menyadari hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan bagian dari hak asasi manusia. Untuk itulah, ia segera melakukan perceptan pelaksanaan pengendalian kualitas udara di Jakarta melalui pendekatan multisektor yang memperketat pengendalian sumber pencemaran udara, mendorong peralihan gaya hidup masyarakat, dan mengoptimalisasi fungsi penghijauan. Diperlukan juga sinergitas antar berbagai pemangku kepentingan untuk mewujudkan semua ini.

Salah satu poin dalam Ingub Nomor 66/2019 tentang pengendalian kualitas udara adalah memastikan tidak ada angkutan umum yang berusia di atas 10 tahun, melarang kendaraan yang tidak lulus uji emisi beroperasi di jalan, dan penyelesaian peremajaan seluruh angkutan umum melalui program Jak Lingko pada 2020, sesuai amar keputusan Majelis Hakim poin 1A.

Sejak diberlakukannya Ingub tersebut, perbaikan kualitas udara di Ibu Kota mulai dirasakan. Selain itu, Pemprov DKI Jakarta juga menempuh upaya lain untuk percepatan penanganan pencemaran udara di Ibu Kota. Salah satunya adalah mendorong partisipasi warga dalam pengendalian kualitas udara melalui perluasan kebijakan ganjil genap.

Ingub juga mendorong peralihan ke moda transportasi umum dan meningkatkan kenyamanan berjalan kaki melalui percepatan pembangunan fasilitas pejalan kaki di ruas jalan protokol, arteri, dan penghubung ke angkutan umum massal pada 2020.

Akselerasi kegiatan uji emisi gas buang bagi kendaraan bermotor dan penerapan sanksi melalui Peraturan Gubernur Nomor 66 Tahun 2020 tentang Uji Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor merupkan hasil dari focus group discussion (FGD) dengan berbagai pemangku kepentingan, termasuk dengan tim kuasa hukum penggugat.

Disepakati pula pelaksanaan evaluasi terhadap pelaksanaan uji emisi berkala bagi kendaraan bermotor serta publikasi kepada masyarakat mengenai hasil pelaksanaan uji emisi berkala bagi kendaraan bermotor serta evaluasi dan pemberian sanksi terhadap pemilik kendaraan bermotor yang tidak melakukan uji emisi dan/atau tidak lulus uji emisi.

Pro dan kontra muncul saat Pemprov DKI Jakarta berencana memberlakukan sanksi tilang bagi kendaraan bermotor yang tidak lulus uji emisi per 13 November 2021. Aturan tersebut dinilai memberatkan warga di tengah pandemi, mengingat pelaksanaan sanksi tilang uji emisi Rp500 ribu untuk mobil dan Rp250 ribu untuk sepeda motor.

Kendati pada akhirnya penerapan kebijakan ini ditunda, terdapat sejumlah aspirasi warga yang patut dijadikan sorotan. Kalau memang publik menginginkan udara bersih, kenapa kebijakan ini mesti ditentang?

Masih ingat tatkala warga bergembira atas kemenangan gugatan kualitas udara karena keinginan untuk mendapatkan udara bersih? Namun, ternyata, sebagian di antara kita keberatan menjalankan poin-poin gugatan. Bahkan, ramai-ramai menolak begitu kebijakan ini berurusan dengan kantong dan uang: pengenaan biaya uji emisi dan pembayaran sanksi tilang.

Menolak atau meminta penundaan uji emisi karena pandemi yang membuat ekonomi makin sulit, tentu masih dapat diterima. Tapi menolak kebijakan ini hanya karena seorang Anies Baswedan atau karena kebijakan Pemprov DKI Jakarta, misalnya, itu sesat sejak dalam pikiran!

Qusyaini Hasan

Penulis adalah pengguna trotoar dan pemerhati lingkungan

(Qur'anul Hidayat)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya