Hal ini mendorong sang raja mengirimkan utusan lagi dengan persiapan lebih matang dan penyediaan alat yang lebih lengkap. Hal ini untuk menjaga mereka dari kemungkinan serangan binatang buas, seperti yang dialami urusan pertama dan kedua.
Selain peralatan pengamanan diri, mereka juga dilengkapi dengan alat pertanian sebagai alat bercocok tanam bila kelak berhasil menempatinya dengan aman. Sementara itu, untuk mencegah orang-orang tidak melarikan diri maka diangkatlah seorang pemimpin dari kalangan mereka, yaitu Raja Kanna.
Dikisahkan gelombang ketiga ini konon berhasil menyebar ke pedalaman - pedalaman yang terbuka di Pulau Jawa. Di sisi kepercayaan gelombang ketiga ini dipercaya menganut kepercayaan animisme.
Sejarah juga mencatat konon pada 100 SM, terjadi perpindahan penduduk yang terdiri dari kaum Hindu Waisya. Mereka adalah para petani dan pedagang yang karena permasalahan keyakinan, kemudian mereka meninggalkan India.
Warga pindahan kelompok keempat inilah kemudian menetap di daerah Pasuruan dan Probolinggo. Kemudian mereka secara perlahan membuat koloni - koloni di bagian selatan Pulau Jawa, yang pusatnya terletak di Singosari.
Ketika di Singosari, siapa yang memimpin memang tidak jelas, tetapi ada naskah yang menyatakan adanya ratu yang memegang kekuasaan di daerah Kedi, namanya Nyai Kedi. Singgasana kerajaannya berada di Kediri. Pada tahun 900 Masehi, keturunan Hindu - Waisya dimasukkan dalam Kerajaan Mendang yang juga dinamakan Kamulan. Nama lain Mendang adalah Medang, dan Kamulan adalah Ngastina atau Gajah Huiya.
(Awaludin)