Pasukan Rusia Terus Gempur Ukraina, Penduduk Kota Mariupol Terkepung

Agregasi BBC Indonesia, Jurnalis
Jum'at 04 Maret 2022 03:34 WIB
Gedung apartemen rusak setelah dihujani tembakan di Mariupol. (BBC)
Share :

WARGA Kota Pelabuhan Mariupol, Ukraina, mengatakan kepada BBC, mereka berusaha bertahan dari gempuran artileri Rusia yang menghantam kawasan permukiman dan memutus jaringan listrik dan air.

"Tidak ada penerangan, tak ada pemanas ruangan, dan sekarang tidak ada air selama dua hari penuh dan persediaan makanan hampir habis," kata Maxim (27) seorang pengembang IT yang berlindung di apartmenen nenek dan kakeknya, Kamis (3/3/2022), mengutip BBC.

"Makanan dan obat-obatan tidak masuk ke Mariupol sekarang. Pemerintah berusaha menyalurkan roti dan air minum tapi sekarang sudah habis," katanya.

"Saya sempat mengisi bak mandi sebelum saluran air mati. Ada sekitar lima liter yang tersisa."

Maxim meninggalkan apartemennya setelah invasi Rusia pekan lalu dan kemudian tinggal bersama kakek dan neneknya yang berusia 80-an tahun dan tidak bisa meninggalkan apartemen mereka di lantai enam.

Ketiganya berlindung di lorong apartemen, tanpa pemanas suhu di tengah musim dingin, dan bersembunyi dari tembakan.

Mariupol berpenduduk 400.000 jiwa.

Kota ini adalah sasaran strategis bagi Rusia karena dengan menguasainya, kelompok pemberontak di Ukraina timur dapat bergabung dengan pasukan di Krimea di semenanjung selatan yang dicaplok Rusia pada 2014.

Kementerian Pertahanan Rusia mendorong warga sipil untuk melarikan diri dari Mariupol selama jeda kemanusiaan, tetapi para warga mengatakan gempuran tidak pernah berhenti.

Wakil Wali Kota Mariupol, Sergiy Orlov, mengatakan kepada BBC, seluruh jaringan air, sanitasi, dan listrik sudah tidak berfungsi.

"Kami mempunyai 15 jaringan listrik utama dan semuanya putus. Semuanya putus, hancur karena tembakan artileri. Hanya suplai gas yang mengalir," katanya pada Kamis (3/3/2022).

Ia menambahkan, situasi di Mariupol parah sekali dan nyaris mengalami bencana kemanusiaan.

Peningkatan gempuran terhadap Mauriupol terjadi ketika pasukan Rusia telah mengendalikan kota penting, Kherson, di Ukraina selatan setelah berlangsung bertempuran sengit, kata wali kota.

Igor Kolykhaev mengatakan serdadu Rusia memaksa masuk Balai Kota dan langsung memberlakukan jam malam di Kherson, kota pelabuhan yang berpenduduk lebih dari 280.000 jiwa.

Ia mendesak pasukan Rusia untuk tidak menembak warga seraya menambahkan bahwa tidak ada tentara Ukraina di kotanya.

Seorang warga setempat mengatakan sebagian warga kota mendekati serdadu Rusia dan meminta mereka untuk pergi.

"Orang-orang tidak takut pada tentara - di dalam jiwa kami, kami tidak takut dengan Rusia.

"Para serdadu mengatakan: 'Kami juga tidak suka dengan keadaan ini - kami tidak akan mengganggu Anda dan mungkin dalam beberapa hari ke depan kami akan pergi, kami menunggu perintah'.

"Dari perilaku mereka, terlihat mereka tidak senang di sini," kata seorang warga pada Kamis (03/03).

Warga lain di Kherson mengatakan penduduk memerlukan bantuan pangan dan banyak warga yang terluka memerlukan pertolongan medis yang tidak dapat diberikan di kota itu.

Serdadu Rusia disebut "tidak mengizinkan Palang Merah membawa obat dan ambulans untuk membantu warga".

Penaklukan Kherson - kota yang terletak di pinggir Sungai Dnieper yang mengalir ke Laut Hitam- bermakna besar karena memungkinkan Rusia mendirikan basis militer di sana dalam upayanya masuk wilayah-wilayah lain.

(Erha Aprili Ramadhoni)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya