“Informasi yang kami terima, anak-anak disebut tidak diperbolehkan puasa, di sekolah mereka dipaksa makan dan minum. Di jalanan, pejabat pemerintah China dan aparat keamanan bisa memaksa warga Uighur untuk makan atau minum untuk membuktikan bahwa mereka tidak berpuasa,” ungkap Solissa.
Bukti luas yang didokumentasikan oleh Amerika, kelompok hak asasi manusia, dan pendukung Uighur, menunjukkan bahwa China saat ini diduga terlibat dalam genosida terhadap muslim Uighur dan etnis minoritas lainnya, yang bukan anggota kelompok etnis Han yang mendominasi China.
“Kami tekankan dalam konteks hak asasi manusia, jaminan hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan terdapat di dalam Pasal 18 Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik. China ga boleh larang orang beribadah,” tutur AB Solissa.
“Jika laporan RFA itu benar, China artinya telah melanggar Pasal 18 yang mengatur hak atas kebebasan beragama yakni hak untuk pindah agama dan hak memanifestasikan agama di dalam hal pengajaran, praktik, beribadah dan melaksanakan ibadah,” pungkas AB Solissa.
(Fahmi Firdaus )