Banyak contoh tarian lainnya dianggap tak terkendali atau mengancam yang tercatat di Jerman, Prancis, dan wilayah lain dari Kekaisaran Romawi.
Pada abad-abad sebelumnya, peristiwa seperti ini ditafsirkan sebagai hukuman ilahi atau sebuah peristiwa kerasukan iblis, yang kemudian diatasi dengan solusi keagamaan seperti prosesi, misa, atau intervensi langsung dari para pendeta.
Dua dekade sebelum musim panas 1518, seorang tokoh agama di Strasbourg bernama Sebastian Brant menulis dalam alegori satirnya The Ship of Fools "bahwa tarian dan dosa merupakan satu kesatuan," menyalahkan Setan atas semua "tarian memusingkan yang ditarikan dengan riang".
Beberapa tahun setelah insiden di Strasbourg, seorang tabib bernama Paracelsus memulai serangkaian risalah tentang choreomania, termasuk The Diseases That Deprive Man of His Reason, seperti Tarian St. Vitus, Falling Sickness, Melankolia, Ketidakwarasan, dan Cara Perawatan yang Benar.
Paracelsus, yang tersohor karena karya perintisnya di bidang kimia dalam kedokteran, berpendapat bahwa fenomena ini mungkin lebih bersifat duniawi ketimbang ilahi.
Ia menyarankan bahwa "laughing veins" seseorang dapat memicu "rasa geli" yang naik dari anggota badan ke kepala mereka, mengaburkan penilaian dan memicu gerakan ekstrem sampai dia tenang.
Ini bukan untuk menghilangkan dosa sama sekali.
Mereka yang paling sering bersinggungan dengan tarian, tulis Paracelsus, termasuk "pelacur dan bajingan yang menikmati permainan gitar dan kecapi… memuaskan semua gairah, kesenangan tubuh, imajinasi, dan kemewahan."
Elaborasinya tentang kemungkinan penyebab tidak terlalu kuno.
Dia berpendapat bahwa "imajinasi" adalah penyebab yang masuk akal daripada Tuhan atau iblis.