Wanita China yang Belum Menikah Tidak Bisa Bekukan Sel Telur, Picu Perdebatan Kesetaraan Gender

Susi Susanti, Jurnalis
Sabtu 30 Juli 2022 16:51 WIB
Wanita China tidak bisa bekukan sel telur picu perdebatan kesetaraan gender (Foto: Reuters)
Share :

HONG KONG - Dalam kasus pertama dari jenisnya, pengadilan China telah memutuskan menolak tuntutan seorang wanita Xu Zaozao, yang belum menikah yang menggugat sebuah rumah sakit yang menolak untuk membekukan sel telurnya. Keputusan ini memicu perdebatan tentang kesetaraan gender di negara itu.

Media milik negara The Paper melaporkan, Xu akan terus berjuang untuk perubahan. Setelah putusan pengadilan, dia bersumpah untuk mengajukan banding atas keputusan tersebut,

"(Keputusan awal) dari pengadilan ini mungkin tampak tidak terlalu mendukung ... tetapi butuh waktu untuk perubahan," terang Xu.

Xu, 30, dan belum menikah pada 2018 ketika seorang dokter di Rumah Sakit Obstetri dan Ginekologi Beijing di Capital Medical University menolak untuk membekukan sel telurnya, prosedur yang dilarang di China untuk wanita lajang. Xu, yang mengatakan dokter menyuruhnya untuk menikah dan memiliki anak, menggugat rumah sakit pada tahun berikutnya dengan alasan keputusan itu tidak adil.

Baca juga: Sel Telur Bisa Dibekukan? Yuk Cari Tahu Kebenarannya Bersama Dokter Batara Hanya di Morning Update, iNews

Pengadilan Rakyat Distrik Chaoyang menjatuhkan putusan terhadapnya pada 22 Juli lalu, dengan mengatakan bahwa rumah sakit berhak menolak permintaan tersebut. Ini menghancurkan harapannya dan memicu argumen media sosial mengenai apakah undang-undang seputar reproduksi berbantuan mendiskriminasi wanita lajang.

Baca juga: 6 Negara Paling Menghargai Wanita, Apa Ada Indonesia?

Aturan yang dikeluarkan oleh Komisi Kesehatan Nasional China pada awal 2000-an memungkinkan pria lajang untuk membekukan sperma mereka, tetapi menghalangi wanita lajang untuk membekukan sel telur mereka.

Banyak orang bereaksi dengan marah terhadap vonis terhadap Xu di platform Weibo yang mirip Twitter di China.

"Seorang wanita lajang tidak dapat membekukan (telurnya) tetapi seorang pria lajang diizinkan untuk membekukan (spermanya)? Sungguh standar ganda!" kata salah satu warganet.

"Mengapa wanita tidak bisa membekukan sel telurnya? Mengapa pria bisa menyimpan spermanya? Sulit bagi wanita untuk hamil setelah usia 40 tahun,” tulis warganet lainnya.

Pejabat kesehatan telah membela kebijakan tersebut dengan mengklaim pengumpulan sel telur sebagai hal yang berbeda dengan pengumpulan sperma, dan melahirkan pada usia yang lebih tua melibatkan risiko kesehatan. Ini menjadi alasan yang dikutip komisi kesehatan sebagai pembenaran untuk larangan tersebut.

Sementara proses biasa untuk mengekstrak sperma relatif sederhana dan jarang melibatkan pembedahan, pembekuan telur memerlukan suntikan hormon dan prosedur pengambilan telur yang dilakukan dengan anestesi.

Namun, beberapa ahli di China berpendapat bahwa prosedur tersebut, yang dipraktikkan secara luas di seluruh dunia, tidak lebih berbahaya bagi wanita lajang daripada wanita yang sudah menikah dan mempertanyakan apakah risiko yang disebutkan dalam peraturan saat ini membenarkan larangan tersebut.

Dalam artikel tinjauan sejawat 2015, Sun Xiaoxi, wWkil direktur Institut Genetika & IVF di Rumah Sakit Obstetri & Ginekologi Universitas Fudan, mengatakan risiko yang terkait dengan pembekuan telur adalah "kejadian dengan probabilitas kecil."

Kasus ini muncul di tengah krisis demografi yang berkembang yang membuat pihak berwenang meningkatkan upaya untuk mendorong pasangan memiliki lebih banyak anak - termasuk dengan menghapus kebijakan satu anak yang kontroversial di China pada 2015 dan tahun lalu mengizinkan keluarga untuk memiliki tiga anak.

Upaya ini tidak banyak berhasil, menyoroti ketidaksetaraan gender dan tekanan ekonomi yang dihadapi keluarga di China.

Kendati larangan pembekuan telur mungkin tampak bertentangan dengan dorongan pemerintah China untuk menaikkan tingkat kelahirannya, namun bagian lain dari keengganan pihak berwenang untuk mengizinkan prosedur bagi wanita lajang adalah bahwa mereka melihat pembekuan telur sebagai cara untuk menunda kehamilan daripada memfasilitasinya.

Sebuah pemberitahuan resmi tahun lalu dari Komisi Kesehatan Nasional China mencantumkan beberapa alasan medis dan etika mengapa larangan tersebut harus tetap ada. Termasuk bahwa hal itu dapat memberikan harapan palsu bagi perempuan untuk menunda rencana reproduksi mereka.

Tetapi para advokat telah berbicara mendukung pencabutan larangan tersebut sebagai masalah hak-hak perempuan, di tengah perdebatan yang lebih besar seputar kesetaraan gender yang tumbuh di China selama beberapa tahun terakhir. Yang lain mempertanyakan gagasan bahwa teknologi akan berdampak negatif pada tingkat kelahiran.

Dalam sebuah makalah Maret 2021, Huang Wenzheng, seorang peneliti senior yang berspesialisasi dalam studi demografi di lembaga think tank Center for China & Globalization, berpendapat bahwa mengizinkan pembekuan telur untuk wanita yang belum menikah yang berusia lebih dari 35 tahun dapat membantu meningkatkan populasi China.

"(Para wanita ini) mungkin kehilangan kesempatan untuk hamil tanpa akses ke teknologi ini," tulisnya.

(Susi Susanti)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya